Lihat ke Halaman Asli

sisca wiryawan

A freelancer

Jurnal Hantu, Bab 4 - Kucing Hitam

Diperbarui: 16 September 2024   12:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: pixabay.com.

"Kakek ini bagaimana? Katanya, Kakek sangat sayang aku. Tapi, mengapa memberikan pekerjaan berbahaya padaku?" Keluhku. "Masa aku berhadapan dengan Lampor? Bagaimana jika aku tewas dalam pekerjaan ini?"

                "Hahaha. Tentu saja Kakek sayang kamu. Tak perlu cemas. Kakek yakin kamu bisa mengatasi Lampor. Ternyata dugaan Kakek tepat. Kau berhasil mengatasi lampor seorang diri.

                "Itu berkat bantuan Jurnal Hantu."

                "Kau harus lebih percaya diri."

                Aku merengut karena Kakek menyentil hidungku. Ia terkekeh.

  "Bagaimana kesanmu tentang profesi pemburu hantu? Kau senang bisa membantu orang, bukan?" Selidik Kakek.

                "Profesi berbahaya yang aneh. Tak pernah aku membayangkan harus berkutat dengan dunia mistis."

                "Tapi, kau suka, kan? Jangan menipu mata orang tua! Aku tahu kau sangat bersemangat. Matamu bersinar. Nantikanlah pekerjaan keduamu."

                "Kek...Sebenarnya, apa Jurnal Hantu itu? Lampornya terkurung di buku itu. Apa tidak berbahaya membawa Lampor itu ke mana-mana bersamaku? Ekspresi Lampornya mengerikan. Hari ini ia menjulurkan lidah yang begitu panjang ketika aku iseng membuka halaman Jurnal Hantu."

                "Tidak. Memang begitu cara kerja Jurnal Hantu. Hantu yang terpatri dalam halaman Jurnal Hantu tidak akan bisa berbuat apa pun yang membahayakan dirimu. Mereka bisa bergerak-gerak, tapi tidak bisa keluar dari Jurnal Hantu."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline