Lihat ke Halaman Asli

sisca wiryawan

A freelancer

Dendam atau Cinta?

Diperbarui: 27 Juni 2024   16:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: pixabay.com.

Frania Sayangku,
Apa yang kau inginkan untuk mas kawin? Sebentuk cincin emas dengan mutiara kesukaanmu? Aku akan berusaha melamarmu secepatnya. Tunggulah aku! Masih banyak urusan bisnis yang harus kuselesaikan. Produk sandal buatan RRC yang seharusnya dibongkar muat di Ukraina, terpaksa kembali ke Guangzhou karena kebijakan embargo Uni Eropa yang memproteksi produk buatan Eropa. Bisnisku mengalami kerugian sangat besar.
Janganlah kau menjalin kasih dengan pria lain! Aku pasti akan datang. Tunggu! Tunggulah aku! Walaupun kau berada di belahan dunia yang lain, aku pasti akan menemuimu.

Mischa

_____________


Satu tahun...
Dua tahun...
Tiga tahun...
Empat tahun...
Lima tahun...
Enam tahun...
Tujuh tahun...

Hubunganku dan Mischa sudah terjalin selama 6 tahun. Menginjak tahun ketujuh, Mischa lenyap begitu saja.

Aku menunggu dan menunggu. Terus menunggu hingga rasa cinta sungguh pedih tak terperi. Tentu ini bukan lagu Menunggu yang dinyanyikan Chrisye feat Peterpan. Harus berapa lama aku menunggumu?

Bukankah batas rasa cinta dan benci itu bagaikan selembar benang halus. Mungkin dunia akan menganggap diriku sedungu keledai karena terus menunggu bagaikan pungguk merindukan bulan. Tapi aku tak sanggup mendendam pada Mischa. Ia tak hanya kekasih, tapi juga teman dan kakak yang selalu ada dalam suka dan duka sebelumnya. Tapi mengapa semesta berkehendak lain? Mengapa ekonomi makro mempengaruhi hubungan cintaku? Apakah rasa harga diri pria begitu tinggi hingga mengabaikan cinta? Mischa, jika kau tak memiliki apa pun, aku pasti akan menerimamu apa adanya.

"Frania, kau ini wujudku semasa lebih muda. Sangat ambisius dan ingin menjelajah dunia. Kau harus mengingat pesanku ini. Jenius dan gila batasnya begitu tipis hingga sulit dibedakan. Berhati-hatilah jangan sampai terperosok dalam kekelaman jiwa!" -Mischa.

Aku dan Mischa bagaikan doppelganger walaupun fisik kami jauh berbeda. Kami memiliki kesamaan mengerikan dari darah nenek moyang yang serupa, yaitu Mongolia yang berjiwa sebebas burung rajawali yang melayang di angkasa. Kami berdarah Eropa. Aku memiliki sepercik darah Belanda, sementara Mischa berdarah Jerman, Rusia, dan Polandia. Latar belakang keluarga kami sama. Latar pendidikan kami mirip, yaitu ilmu teknik. Hewan peliharaan kami bagaikan kembar. Penyakit keturunan yang diderita keluarga kami sejenis. Bahkan, karakter kami yang ambisius dan pemarah pun serupa. Hingga Mischa pun menganggap kemiripan kami begitu mengerikan seperti kutukan nenek sihir.

"Aku sangat takut dengan kesamaan kita. Bagaikan melihat cerminan diriku sendiri dalam wujud perempuan. Dibanding kekasih, kau lebih menyerupai adik laki-lakiku. Walaupun suatu saat hubungan kita tak berjalan lancar hingga pernikahan, kita tetaplah keluarga. Tak selamanya cinta itu harus berakhir dengan pernikahan." -Mischa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline