Lihat ke Halaman Asli

Gempa dan Bangunan Kita (3)

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Postingan 1 ada disini (http://teknologi.kompasiana.com/2009/10/29/gempa-dan-bangunan-kita-1/)

Ke 2 disini (http://teknologi.kompasiana.com/2009/11/01/gempa-dan-bangunan-kita-2/)

 

Gempa Padang adalah momen yang bagus untuk belajar dan berubah. Berikut kutipan dari liputan koran Padang Pos saat Presiden SBY meninjau lokasi bencana:

Presiden SBY menginginkan adanya aturan agar standar kelayakan bangunan, terutama gedung bertingkat di daerah rawan gempa dan bencana alam lainnya segera dirumuskan dan dijalankan. Gedung harus tahan gempa.

"Bayangkan kalau bangunan itu tidak kuat, tidak diuji, tidak tahan gempa. Oleh karena itu harus ada sertifikat yang betul-betul bisa dipertanggungjawabkan," kata SBY saat meninjau posko penanganan gempa di Balaikota Pariaman, Sumbar, Jumat (2/10).

SBY dalam memberikan arahan kepada pejabat daerah setempat menuturkan pengamatannya bahwa banyak bangunan yang runtuh adalah gedung berlantai lebih dari satu. Banyak bangunan publik yang berlantai tingkat seperti pusat perbelanjaan, sekolah, dan gedung pemerintah yang selalu dipenuhi oleh masyarakat.

"Harus dikeluarkan peraturan ketat, apakah berupa PP atau Perda. Mensesneg ada di sini, Seskab juga, segera siapkan bersama Menteri PU, Menteri Perumahan Rakyat, untuk mengeluarkan aturan sertifikasi syarat-syarat bangunan bertingkat di daerah rawan gempa," ujar SBY.

Persyaratan kelayakan gedung bertingkat itu nantinya akan dikeluarkan dan berlaku untuk seluruh Indonesia, terutama di daerah rawan gempa. (Demikian laporan Padang Pos)

 

Kita semua tentu menyetujui rencana sertifikasi kelayakan bangunan ini selama itu dilaksanakan dengan benar. Sebagai rakyat yang sudah biasa digombali, wajar saja kalau saya jadi agak sinis begini; “Apa nanti pelaksanaannya tidak malah jadi ajang bisnis baru para aparat, Pak? Disogok juga beres!” Jadi kalau Bapak menentukan, tolong pakai pentungan! Aparat kita banyak yang ndablek. Belum lagi cara kerjanya yang ngelelet banget dan suka-suka gua. Ma’af dan punten ya, Pak, saya rakyat bangor.

 

Kita lanjutkan kembali bahasan kita soal gempa dan bangunan kita.

3.      Prinsip Dasar Bangunan Berlantai Banyak

Apa yang mungkin terjadi jika bangunan berlantai banyak dilanda gempa? Gambar di bawah ini cukup memberikan jawaban.

 

i.            Mengguling (Overturning)

Semakin tinggi dan tipis suatu bangunan, maka kemungkinan untuk mengguling semakin besar. Dalam hal ini, peranan kesatuan pondasi sebagai struktur bawah dan badan sebagai struktur atas amat besar. Percuma membuat pondasi bagus dan kuat jika tidak memilki ikatan penyatuan yang baik dengan bagian atasnya. Foto paling atas dan di bawah ini bisa menjadi contohnya, dimana bukan pondasinya tidak kuat, tapi ikatan pondasi dengan struktur atasnya gagal.

Apartemen di Shanghai, terguling dan tergeletak di atas aspal. Perhatikan bagian bawah bangunan yang tidak ada pondasinya karena tertinggal di dalam tanah. Peristiwa ini hanya menewaskan satu orang karena apartemen belum dihuni. Bayangkan kalau Apartemen ini penuh. Dan kalau sudah seperti ini, siapa pula yang berani tinggal di kompleks apartemen tersebut yang terdiri dari beberapa blok? Atau mesti diiklankan untuk orang kaya Indonesia saja? Hati-hati, teliti sebelum membeli ya, salah-salah anda ikut kolaps. Kerugian besar dan kesia-siaan karena kedunguan. Jangan salah, ini belum dihajar gempa tapi roboh sendiri.

Saya tidak menemukan foto bangunan yang terguling saat terjadi bencana gempa di Padang.

 

Jadi untuk menghindari faktor mengguling ini, maka pondasi bangunan berlantai banyak (mulai bangunan bertingkat 3 lantai ke atas) perlu syarat-syarat sbb:

a.       Memakai pondasi dalam sampai ke tanah keras dan menyatu total dengan struktur atasnya.

b.      Atau menggunakan sistem “floating foundation” selebar mungkin, makin lebar makin bagus.

                                           

“Floating Foundation” itu prinsip kerjanya seperti kapal yang mengapung di laut dan bangunan di atasnya sebagai penumpangnya. Kalau kapalnya lebar akan makin sulit terguling. Tetapi sistem pondasi ini juga riskan kalau dipakai di lokasi yang tanahnya tidak stabil (banyak pasirnya, tanah liat, dsb), karena sewaktu terjadi gempa ada kemungkinan terjadi pelurukan tanah atau retakan tanah di bawah dasar pondasi yang membuat posisi pondasi menjadi miring dan otomatis bangunan di atasnya ikut menjadi miring juga.

c.       Menggunakan pondasi gabungan antara a. dan b.

 

 ii.           Amblas ke Tanah (Liquefaction)

Peristiwa ini disebabkan turunnya pondasi yang dibuat tidak sampai ke tanah keras (bukan pondasi dalam) karena terjadi pelurukan tanah atau retakan tanah di bawah bangunan akibat gempa. Bisa juga terjadi karena patahnya pondasi dalam di dalam tanah karena gempa.

Untuk menghindari hal ini, maka sebelum menetapkan jenis pondasi yang akan kita buat amat sangat perlu dilakukan “soil test” dengan cara “sondir”. Penelitian jenis tanah dengan cara mengambil sampel tanah melalui proses pengeboran (sondir) ini bertujuan untuk mengetahui secara pasti jenis tanah macam apa yang ada di lokasi bangunan kita itu dan memiliki daya dukung sebesar apa di kedalaman tertentu. Setiap jenis tanah memiliki daya dukung sendiri-sendiri yang berlainan. Setelah ada data sondirnya barulah kita bisa menentukan jenis pondasi yang tepat untuk bangunan yang akan kita dirikan di lokasi tersebut. Kesalahan memilih jenis pondasi bisa berakibat fatal. Berikut contohnya:

 

Ini gedung Pengadilan Agama Padang. Perhatikan baik-baik, bahwa gedungnya masih utuh. Melihat foto ini (tidak melihat ke lapangan) maka dugaan saya bangunan ini gagal di bagian pondasi. Kemungkinan besar bangunan ini memakai pondasi sumuran yang dasarnya tidak sampai ke tanah keras atau malahan pondasi telapak beton biasa sedalam sekitar 1,5 m. Jika kondisi tanah di tempat tersebut stabil, kemungkinan besar bangunan ini akan selamat meskipun diguncang gempa sekeras itu. Tetapi kenyataan bicara lain. Menurut saya, kekurang telitiannya terjadi pada saat memilih jenis pondasi. Barangkali tidak ada data sondirnya. Tulisan ini tidak bermaksud mau menyudutkan pihak manapun, tapi hendaknya apa yang telah terjadi dan membawa kerugian besar ini bisa diambil hikmahnya oleh semua pihak yang akan mendirikan bangunan. Kalau ada konfirmasi dari yang mengetahui kejadian sebenarnya di lapangan bisa di share dalam tanggapan untuk tujuan pembelajaran bersama.

iii.          Collapse (Soft Storey Effect)

“Collapse” saya terjemahkan jadi Kolaps saja karena sulit mencari padan katanya yang sama persis dengan arti yang dimaksud. Kolaps itu artinya struktur penyangga badannya kocar-kacir. Kalau yang kocar-kacir struktur di bagian lantai atas, maka lantai bawah mungkin masih selamat. Tapi kalau yang kocar-kacir struktur di bagian lantai bawah, fatal akibatnya, ambruk total. Banyak sekali bangunan di Padang yang mengalami kolaps ini, berikut foto-fotonya:

 

Mengapa terjadi kolaps?

·        Berat bangunan di bagian atas tidak sebanding dengan kekuatan penyangga di bawahnya, apalagi kalau ruang bawahnya kosong dan hanya berisi tiang-tiang saja, sehingga tingkat kekakuan di bagian atas jauh lebih besar dengan di bagian bawah. Dalam keadaan tenang, bangunan tersebut aman-aman saja. Tetapi ketika diguncang gempa dan terjadi getaran, maka beban yang berat di bagian atas berubah menjadi gaya yang ikut menggoyang struktur di bawahnya yang lemah. Karena dari bagian bawah pondasi digoyang langsung oleh gempa dan dari bagian atas digoyang oleh berat bangunan, maka struktur di lantai bawah tak kuat dan akhirnya kolaps. Inilah yang disebut “soft storey effect”, yaitu kondisi kekakuan struktur dan berat bangunan di bagian atas jauh lebih besar dibandingkan dengan kekakuan struktur di bawahnya. Peristiwa ini sangat penting menjadi perhatian kita semua, karena di bangunan yang banyak dikunjungi publik, lantai bawahnya seringkali dipakai tempat parkir sehingga sengaja dikosongkan dan hanya ada tiang-tiang belaka. Jika tidak ada perlakuan khusus untuk situasi semacam ini, maka bencana tinggal tunggu waktu.

·        Kolaps juga dapat terjadi ketika sambungan-sambungan antara balok dan tiang-tiang tidak dilakukan dengan benar. Pada saat terjadi gempa, sambungan-sambungan tersebut tidak kuat menerima gaya tarik dan goncangan dari segala arah sehingga akhirnya putus di tempat tersebut.

Bagaimana usaha kita mencegah kolaps? Dan hal-hal apa lagi yang perlu kita perhatikan dalam membangun bangunan?

Ikuti terus pembahasannya di bagian ke 4 (terakhir)

 

*************

   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline