Gempa yang kuat merupakan salah satu alat penguji yang baik bagi semua karya manusia yang berdiri di atas suatu sistem struktur; ujian terhadap ketahanannya dan fungsinya. Gempa juga merupakan alat penguji sampai dimana manusia berhasil menaklukkan bencana yang dahsyat tersebut bagi kepentingan dan kelangsungan hidupnya.
Letak geografis Indonesia yang dilalui oleh 2(dua) deretan pegunungan besar dunia, yaitu circum pacific dan mediteran yang bertemu di wilayah Maluku, serta banyaknya gunung berapi aktif, menyebabkan Indonesia masuk dalam kategori “amat rawan gempa”.
Episentrum gempa di dunia dari google earth. Perhatikan, betapa kita duduk
di tempat yang amat berbahaya.
Sumber: http://richocean.wordpress.com/2009/10/14/wajah-raja-gempa-dunia-google-earth/
Kalimantan, salah satu daerah paling aman dari gempa.
Episentrum gempa di P Jawa.
Gempa di Padang beberapa waktu yang lalu telah menghentakkan kita semua, dan seharusnya menyadarkan kita, bahwa membangun bangunan dengan kaidah yang benar adalah keniscayaan yang harus kita lakukan demi melindungi nyawa manusia dan harta benda semampu kita. Sekali lagi kita disadarkan, bahwa hidup asal-asalan dan seenaknya akan merugikan kita sendiri.
Memang hampir tidak mungkin kita membangun bangunan yang 100% tahan gempa, karena akan menelan biaya amat besar. Bangunan tahan gempa penuh barangkali hanya dipikirkan untuk fasilitas nuklir yang amat berbahaya jika terjadi kebocoran. Yang kita tuju adalah bangunan dengan sistem struktur yang masih akan tetap berdiri jika diguncang gempa dengan ukuran kekuatan gempa (magnitude) yang sering terjadi di wilayah yang bersangkutan. Dengan demikian, jika terjadi gempa, sebanyak mungkin orang di dalam bangunan bisa diselamatkan. Mungkin sekali bangunan tersebut mengalami kerusakan cukup parah, tetapi TIDAK ROBOH STRUKTUR UTAMANYA. Seperti itulah rancangan sebuah bangunan tahan gempa yang kita maksudkan dan mungkin diterapkan.
Sebenarnya, andaikata kita konsekwen menerapkan aturan dan ketentuan dalam SNI 2002 (Standar Nasional Indonesia, khususnya bagian perencanaan bangunan tahan gempa) maka seluruh bangunan yang berdiri di Indonesia ini mestinya kuat menahan gempa sampai 8 skala R. Tapi kenyataannya, aturan ya tinggal aturan, pelaksanaan bagaimana yang membangun, toh ijin bangunan tetap keluar. Perbedaan biaya keseluruhannya juga tidak besar, hanya menambah sekitar 5% dari seluruh biaya bangunan yang normal. Tetapi yang normalpun banyak yang tidak normal. Peraturan tersebut sudah disebarkan oleh MPBI (Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia) via situsnya disini http://mpbi.org/content/daftar-peraturan-terkait-bangunan
Dalam Teknik Bangunan, dikenal istilah tingkat kegetasan (kekakuan) dan elastisitas (kelenturan) bangunan. Pada kenyataannya, sebuah bangunan betonpun tidak 100% kaku, ia memiliki elastisitas (kelenturan) juga. Tetapi semakin kaku dan semakin berat sebuah bangunan, maka semakin tinggi resiko patah atau hancur yang dialaminya ketika terjadi gempa. Jadi ketika terjadi gempa, sebuah bangunan maksimal BOLEH MENGALAMI KEGAGALAN LENTUR (sehingga menjadi melengkung, melendut, dsb) tetapi TIDAK BOLEH MENGALAMI KEGAGALAN GETAS (patah atau bahkan roboh total). Ini semua sudah ada pakem-pakem keilmuannya yang dipelajari secara tuntas di Fakultas Teknik Sipil.
Karena ini sebuah artikel untuk umum, maka saya akan mencoba menerangkan secara umum hal-hal dasar yang perlu diperhatikan untuk membangun sebuah bangunan yang relatif baik memiliki daya tahan terhadap gempa. Saya sertakan juga studi kasus dan beberapa implementasi di lapangan.
1. Bentuk Dasar Bangunan
i) Bentuk dasar terbaik adalah yang simetris dan kompak secara proporsional, seperti misalnya:
· Dome
Dome merupakan bentuk dasar yang paling kuat menahan getaran gempa. Keseluruhan bentuk yang tanpa sudut, simetris, kompak dan melengkung sempurna ini amat tahan terhadap gaya tarik maupun tekan, gaya geser maupun gaya dorong. Sebagai illustrasi, anda bisa membayangkan kulit telur yang setipis itu saja kalau kita tekan dengan jari di kedua ujungnya akan sulit untuk pecah. Tetapi bentuk “dome” ini tentu saja memiliki kekurangan juga dari segi fungsinya. Ruangan di dalamnya tentu lebih sempit dibandingkan dengan bentuk kotak, kemudian perletakan perabotan rumah yang umumnya kotak juga sering sulit, dsb. Dan tentu saja ini menyangkut masalah budaya juga. Tentu akan terasa aneh kalau tiba-tiba bermunculan rumah gaya Eskimo (Igloo) di wilayah korban gempa.
Keunggulan nyata lainnya dari bentuk rumah “dome” ini adalah kecepatan membangunnya dan harganya yang murah. Tekniknya adalah dengan membuat cetakan dari balon plastik (airform) yang cukup kuat dan digelembungkan dengan pompa udara. Kemudian dipasang anyaman besi beton di seluruh permukaannya yang ingin ditutup. Setelah siap lalu disemprot dengan adukan semen dan pasir kemudian diratakan permukaannya. Banyak tenaga penduduk setempat yang bisa dimanfaatkan untuk membangun secara beramai-ramai. Hanya dalam beberapa hari saja rumah kita sudah selesai, siap huni. Mau tahu hasilnya? Kita lihat perkampungan “New Ngelepen” di bawah ini. Ini bukan perkampungan dekat “New York”, tapi di daerah Prambanan, 5 km selatan Jogya sana.
“New Ngelepen”, unik kan? Sekarang jadi daerah wisata.
Ini Musholanya Puskesmasnya
Taman Kanak-kanaknya.
Cara membangunnya
Perkampungan “New Ngelepen” ini dibangun pada tahun 2006 ketika gempa hebat melanda Jogya pada Mei 2006. Yang membangun adalah organisasi sosial WANGO dan “Domes For The World Foundation” yang berkedudukan di Utah-AS dan didanai oleh “Emaar Properties” dari Dubai.
Anda ingin rumah “dome” yang cantik? Ini saya kirim gambarnya saja. Jangan dijadikan trend ya, gawat.., nanti mahluk UFO mampir semua.
· Bentuk Dasar Kotak
Bentuk dasar ini membutuhkan konstruksi penguat khusus di sepanjang garis tepi dan sudut-sudutnya. Kegagalan di perkuatan tepi dan sudut dapat menyebabkan kerusakan fatal atau bahkan roboh (contoh-contoh kegagalan dibahas secara khusus dalam studi kasus).
Bentuk kotak dan segala variasinya sangat umum dipakai di seluruh dunia karena fungsinya yang maksimal sebagai bentuk dasar yang efektif untukskala manusia. Beberapa bentuk variasi yang kompak dapat dilihat dari foto-foto di bawah ini:
Mesjid yang simetris bentuknya dan benar pelaksanaannya dari pondasi sampai atapnya, selamat dari gempa dahsyat Padang.
Bangunan bergaya Rumah Gadang Padang ini juga masih tegak berdiri sementara sekitarnya luluh-lantak. Perhatikan struktur utama kolom-kolom dan baloknya yang sengaja ditonjolkan dengan warna merah-oranye dan terlihat rapi serta artistik.
Rumah-rumah adat di Negara kita banyak yang tahan gempa. Disamping bentuk dasarnya kompak, bahannya elastis dan ringan (kayu atau bambu).
Bagaimana dengan rumah kita sendiri? Ikuti bahasan selanjutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H