Lihat ke Halaman Asli

Ketika Polisi Takut Sama Preman dan Mafia Tanah di Kampung Buloa, Makassar

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KASUS SENGKETA TANAH DI RT 002 KELURAHAN BULOA,

KECAMATAN TALLO, KOTA MAKASSAR

(diangkat dari Press Release Forum Warga Buloa)

Kasus sengketa tanah antara warga Kelurahan Buloa Kecamatan Tallo dengan pihak Rosnia (Bu Ros) sudah berlangsung cukup lama. Pasalnya, warga RT 002 Kelurahan Buloa yang telah lama bermukim di wilayah tersebut merasa terganggu dengan adanya pemagaran yang dilakukan oleh pihak Bu Ros yang mengklaim tanah tersebut sebagai hak miliknya yang sah, yang dibuktikan dengan adanya sertifikat tanah bernomor 347 yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Negara bertahun 1995 dari sertifikat induk nomor 441 bertahun 1994. Atas dasar inilah pihak dari Bu Ros melakukan pemagaran di kawasan pesisir tersebut hingga sekarang.

Wilayah pesisir Buloa yang notabene merupakan tanah timbul tersebut sudah dihuni penduduk disana sejak tahun 1984, dimana pada waktu itu wilayah tersebut masih tergenang air laut hingga setinggi dada orang dewasa. Pengerukan pasir di wilayah Pelabuhan Paotere’ pada waktu itu menyebabkan terjadinya penumpukan pasir di wilayah tersebut membentuk daratan. Penduduk kemudian menempatkan karung-karung berisi pasir di pinggir pantai dengan tujuan agar pasir yang tertinggal tidak kembali ke laut terbawa arus ombak. Hal ini sudah berlangsung selama 20 tahunan, hingga akhirnya daratan tersebut menjadi seperti sekarang, walaupun di pagi hari, air laut masih menggenangi rumah warga setinggi mata kaki.

Kasus sengketa tanah ini kemudian muncul ketika ada pihak dari luar yang mengaku memiliki bukti kepemilikan tanah tersebut berupa sertifikat tanah, dalam hal ini pihak bu Ros yang mengklaim kepemilikan atas tanah seluas 5.500 m2 yang menurutnya merujuk pada kawasan tersebut. Bu Ros adalah ahli waris dari M. Ghazali Kalamang(alm) yang membeli tanah tersebut dari H. Syamsuddin Muhadi dengan dikuasakan kepada Lukman Hakim dibuktikan dengan akta jual beli No.168/TL/PPAT-B/IX/1995.

Pada bulan Mei 2012, pihak Bu Ros yang mengklaim kepemilikan tanah tersebut mulai melakukan tindakan pemagaran  di lingkar luar wilayah pemukiman masyarakat, yang merupakan perbatasan antara Kelurahan Tallo dengan Kelurahan Buloa, tetapi masih merupakan wilayah laut. Pihak warga kemudian melayangkan protes terhadap tindakan tersebut dengan alasan bahwa kegiatan pemagaran laut itu menghalangi akses warga yang memarkir perahunya di wilayah perairan dangkal di lokasi perbatasan. Terlebih lagi tentang isu yang beredar di kalangan warga, yakni mengenai indikasi bahwa tanah yang ditempati oleh warga sekarang adalah tanah yang dimaksud dalam sertifikat atas nama Bu Ros. Hal ini kemudian diwadahi oleh pihak dari Camat Tallo dengan mengundang pihak Kepolisian Sektor 8 Tallo, Satpol PP, Kelurahan Buloa, Bu Ros, dan warga Buloa. Namun ternyata pertemuan  tersebut tidak menghasilkan titik terang penyelesaian masalah.

Warga Buloa kemudian membentuk forum perkumpulan warga yang menamakan dirinya Forum Warga Buloa, yang kemudian menyurat ke kepolisian terkait dengan terhalangnya akses warga untuk mencari ikan akibat kegiatan pemagaran tersebut. Padahal, sumber utama penghidupan warga Buloa adalah pekerjaan mereka sebagai nelayan. Kemudian pihak Polsek Tallo menyurat ke pihak Bu Ros untuk menghentikan kegiatan tersebut, namun hanya sebatas himbauan yang sama sekali tidak menyurutkan niat pihak Bu Ros untuk menghentikan kegiatannya.

Setelah diklarifikasi di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN), ditemukan bahwa sertifikat kepemilikan tanah tersebut terdaftar. Namun pihak dari BPN berjanji akan menindaklanjuti pengaduan warga terkait dengan pengadaan sertifikat wilayah laut tersebut dengan membentuk tim penyidik pertanahan. Pada Jum’at (1/6), tim penyidik dari BPN turun ke lokasi dan telah mengadakan survey wilayah disertai dengan tambahan informasi dari warga Buloa. Pihak dari BPN kemudian akan mengkaji data-data yang mereka peroleh di lapangan dan berjanji akan mengekspos hasil dari pengkajian tersebut dalam waktu singkat.

Karena tindakan dari pihak Bu Ros tersebut, warga Buloa yang merasa terdesak oleh kegiatan pemagaran dan intimidasi dari preman-preman yang disewa untuk mengamankan kegiatan tersebut akhirnya melakukan aksi bersama pada Sabtu (2/6) untuk menghentikan kegiatan pemagaran hingga sengketa tanah tersebut selesai, sambil menunggu putusan dari BPN. Warga yang didampingi oleh Komite Perjuangan Rakyat Miskin (KPRM) kemudian membuat penghalang untuk menghentikan pemagaran yang disertai dengan tuntutan kepada pihak Bu Ros. Menurut warga, Bu Ros melakukan pendekatan kepada warga dengan cara pemanggilan satu-persatu untuk diberi ganti rugi sebesar 20 juta tiap rumah. Namun hal tersebut ditolak oleh warga karena dianggap tidak sepadan dengan kondisi warga yang sekarang.

Sampai sekarang warga terus dihantui dengan perasaan was-was akan intimidasi dan teror oleh preman-preman yang disewa oleh pihak Bu Ros yang menyebabkan aktifitas pencaharian warga menjadi terganggu. Bahkan preman-preman bayaran tersebut mengejar ibu-ibu, anak-anak dan laki-laki di kampung buloa dengan parang dan Badik, bahkan dalam peristiwa pertama polisi berada di tempat kejadian namun tidak mampu menangkap preman tersebut, hanya melihat, membiarkan bahkan membisikkan pada warga, "pindamako saja, preman itu kuat, banyak uangnya tidak usah di lawan"

Pada aksi warga Buloa selanjutnya, preman-preman itu bahkan mengejar sampai ke rumah-rumah warga. Mengacam setiap warga agar pindah dari tempat tersebut, dan dari warga yang setuju pindah akibat tekanan dengan ancaman dan kekerasan hanya diganti biaya pindah sebesar Rp 20jt/rumah/KK.

Hal ini telah pula dilaporkan via telepon ke Polsek 08 Tallo, Makassar dan Poltabes makassar namun tidak ada langkah nyata bahkan membiarkan, apa menunggu jatuh korban?

Berdasarkan hal itu, sebenarnya Forum Warga Buloa, Komite Perjuangan Rakyat Miskin (KPRM), Lembaga Advokasi Mahasiswa (LAW) Unhas, Unit Kegiatan Pers Mahasiswa (UKPM) Unhas, Sociality Organization Law Independent (SOLID) dan Forum Kajian Kota (Forkata) Makassar, telah menyatakan sikapnya:

1.Menolak pemagaran laut oleh Haji Ros yang tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

2.Meminta kepada Haji Ros, preman dan tukangnya agar menghentikan pemagaran hingga terdapat kepastian hukum

3.Sertifikat yang ditunjukkan oleh Haji Ros no. 441 seluas kurang lebih 27.000 M2 tidak jelas lokasi yang ditunjukkannya dan bukan atas nama Haji Ros.

4.Meminta kepada Lurah Buloa, Camat Tallo, Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) 8 Tallo dan Walikota Makassar agar tidak memihak kepada Haji Ros dan mendukung menghentikan pemagaran laut oleh Haji Ros.

5.Meminta kepada Badan Pertanahan Negara (BPN) Kota Makassar agar transparan, objektif dan melibatkan publik (kami) secara aktif dalam ekspose dan penunjukan lokasi sebenarnya di tanah sengketa antara warga Buloa dan Haji Ros.

6.Meminta BPN melakukan pembatalan sertifikat Haji Ros karena Ilegal.

7.  Polisi dihimbau menangkap preman-preman bayaran yang telah mengancam warga, melakukan perbuatan tidak menyenangkan, mengancam akan membunuh dan mengusir warga dari rumah dan tanahnya dengan menggunakan parang dan badik.

Apakah polisi sudah mandul dan masuk angin?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline