Lihat ke Halaman Asli

Sirrul Hayati

mahasiswa

UMKM Menjadi Sektor yang Sedang Naik Daun Saat Pandemi di NTB

Diperbarui: 17 Oktober 2022   14:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi social distancing (sumber : https://www.pexels.com/id-id/) 

"Kegagalan adalah kemenangan yang tertunda, janganlah menyerah karena dengan menyerah berarti tidak ada kemenangan."

Kata-kata tersebut sangat cocok digunakan untuk kondisi seperti saat ini, dikarenakan Indonesia baru saja mulai pulih dari pandemi yang melanda. Pandemi covid-19 yang sudah dua tahun merebak menyebabkan segala sektor mengalami penurunan, baik dari sektor industri, kesehatan, terlebih lagi ekonomi. Banyak para pelaku usaha yang gulung tikar diakibatkan pandmi tersebut. Masing-masing daerah di Indonesia punya tantangan tersendiri dalam menghadapi hal tersebut. Tetapi beberapa daerah di Indonesia salah satunya di Nusa Tenggara Barat memiliki pasar tersendiri selama pandemi ini berlangsung.

Pandemi yang menyebabkan keterbatasan interaksi antar satu dengan yang lainnya. Hal tersebut tentu sangat merugikan terutama bagi para pelaku usaha.  Namun tidak semua sektor usaha merasakan dampak seperti itu. Banyak juga pelaku usaha yang kreatif sehingga memutar otak untuk memikirkan bagaimana caranya agar dagangan mereka laku terjual. Salah satu dari pedagang tersebut bernama pak Samsul, beliau adalah warga Desa Kebontalo Lombok timur yang merupakan seorang petani sayur biasa.

Awal pandemi ia merasa bingung bagaimana cara memasarkan sayurannya selain di pasar tradisional, karna pada saat itu aktifitas jual beli yang ada di pasar dibatasi oleh pemerintah daerah setempat karena pandemi covid-19 yang masih merebak. Dari sanalah, ia mulai berfikir bagaimana cara menjual sayurannya selain melalui pasar tradisional tersebut. Pada saat itu ia kemudian mencoba untuk memposting sayuran hasil panenannya di laman facebook miliknya. Awalnya ia hanya memposting sayur yang berada di dalam  keranjang-keranjang khusus yang biasa digunakan disawah. Pada saat itu hanya sedikit respon yang didapatkan, mungkin karena ia hanya menjual sayur dalam jumlah banyak saja. Ia mengatakan "paling Cuma ditanya berapa harganya, ada beberapa pemborong yang beli tapi ya itu terbatas". Kemudian ia memikirkan lagi bagaimana agar sayur-sayurannya agar lebih bayak laku terjual.

Dari sana ia kemudian mulai berpikir untuk menjual sayur perkiloan seperti dipasar tetapi dengan cara delivery dan di pasarkan melalui facebook miliknya yang tentunya akan lebih banyak yang tertarik membelinya. Ia kemudian mengisi tomat-tomat segar menggunakan plastik khusus agar tampilannya lebih menarik kemudian ia mempostingnya kembali di laman facebook miliknya.

Tak disangka respon yang didapat di luar dugaan, banyak ibu-ibu yang berminat dan kemudian membelinya. Karena tampilannya yang menarik ditambah jarang juga ada yang berjualan sayur eceran dari facebook seperti itu. Dari sanalah kemudian ia menambah jenis sayuran yang dijual sehingga variannya semkin bervariasi, yaa walaupun tidak sebanyak yang laku terjual di pasar. Tetapi Alhamdulillah cara itu sangat berguna untuk menambah penghasilan dikala situasi sulit seperti saat itu.

Namun semenjak covid-19 sudah mereda dan aktifitas pasar kembali berjalan normal seperti biasa ia sudah agak jarang memasarkan produk sayur eceran melalui facebook, yang ia pasarkan hanya sayuran yang bisa dibeli dengan jumlah banyak saja. Hal itu juga didasari dengan beberapa alasan tuturnya. Walaupun demikian, karena berjualan sayur dengan jumlah besar di facebook  ia semakin mendapatkan pasar yang luas, relasi yang lebih luas baik dari para petani yang ada didalam dan luar daerah  juga keuntungan yang lebih banyak.

Berbeda dengan pak Samsul yang memasarkan sayurannya melalui laman facebook, cerita berbeda di alami oleh buk Imy. Ia awalnya merupakan seorang pedagang jilbab di salah satu kios emperan di kota Selong. Pada awal pandemi, ia merasakan sekali dampak dari pandemi tersebut terhadap dagangannya. Minat untuk membeli jilbab maupun pakaian sangat turun drastis dikarenakan lebih banyak orang  yang bekerja melalui rumah ditambah lagi banyak orang yang takut keluar rumah dikarenakan pada saat itu covid-19 sedang ganas-ganasnya. Ia merasa sedih dan kebingungan apa yang harus ia lakukan karena pada saat itu kebutuhannya sedang banyak-banyaknya ditambah lagi dengan biaya kuliah anaknya yang tidak sedikit jumlahnya.

"pada saat itu Alhamdulillah ada rizeki beberapa ratus uang yang saya gunakan sebagai modal awal buat jualan makanan" tuturnya. Dengan modal tak seberapa ia mulai menjual produk berupa ceker mercon dan aneka kue di laman medsos miliknya. Tak disangka respon yang diterima sangan baik. Banyak orang yang tertarik membeli ceker mercon miliknya dikarenakan harganya yang murah meriah, tampilnnya yang menarik dan tentunya enak dan menggiurkan. Ia menjual ceker merconnya dengan harga 10.000 yang berisi lima ceker didalam satu kemasan.

Dikarenakan pada saat itu ceker mercon sedang naik daun,  hal itu dijadikan kesempatan oleh buk Imy untuk semakin memasarkan produknya. Tak disangka pesanan semakin berdatangan, namun ada beberapa orang juga yang mulai meniru usahanya tersebut sehingga ia mendapatkan banyak pesaing lainnya. Walaupun begitu ia tetap semangat dan semakin berusaha untuk berinovasi agar produknya semakin enak sehingga "mau segimanapun banyak pesaing tetapi jika pelanggan sudah jatuh cinta dengan produk kita ia tak akan mudah untuk berpindah hati" ungkapnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline