Lihat ke Halaman Asli

Mohamad Akmal Albari

Mahasiswa Hukum Tata Negara

Menyoal Putusan Penundaan Tahapan Pemilu PN Jakarta Pusat

Diperbarui: 16 Maret 2023   03:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat/Olahan pribadi

Pemilihan Umum (Pemilu) yang dilaksanakan pada tahun 2024 nanti mengalami pantangan dalam tahapan Pemilu. Tahapan awal, pendaftaran Partai Politik (Parpol) tanggal 1-7 Agustus 2022 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) memang telah selesai hingga penetapan Parpol tepat 14 Desember. 

Tahapan seharusnya berlanjut ke penetapan daerah pemilihan, pendaftaran calon anggota DPD, DPR, dan DPRD dan seterusnya.

Belakangan, ruang publik ramai oleh perdebatan keputusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) dengan menunda tahapan pemilu meskipun belum inkracht (tetap). Putusan Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst menetapkan amar penundaan pemilu. 

Yang salah satu amar putusan berbunyi "Menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari".

Berarti KPU baru bisa melaksanakan pemilu pada 9 Juli 2025, dan mengundurkan kalender pemilu yang seharusnya terselenggara pada 14 Februari 2024. 

Hal ini berawal dari gugatan perdata Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) kepada KPU karena tidak lolos tahap verifikasi. Mengingat upaya Partai Prima juga pernah mencoba mengajukan gugatan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), namun tertolak.

Usaha Partai Prima baru berhasil ke PN Jakpus, apa yang dimohonkan (petitum) mereka adalah Penundaan Pemilu kepada tergugat (KPU). Hal ini yang menyalahi kewenangan Pengadilan Negeri. 

Pasalnya, Pemilu adalah masalah publik dan keputusan KPU yang tidak meloloskan Partai Prima adalah kewenangan PTUN dan Bawaslu. Mengapa demikian?

Bawaslu sendiri berwenang melakukan mediasi sengketa proses pemilu pada persidangan di Bawaslu, hal ini berdasarkan Pasal 468 ayat (3) huruf b UU No. 7 Tahun 2017 yang menyatakan "Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota melakukan penyelesaian sengketa proses Pemilu tahapan mempertemukan pihak yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan melalui mediasi atau musyawarah dan mufakat".

Lalu, kewenangan PTUN mengadili proses sengketa pemilu berlandaskan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 5 Tahun 2017 dan Perma No. 2 Tahun 2019. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline