Lihat ke Halaman Asli

Mohamad Akmal Albari

Mahasiswa Hukum Tata Negara

Retail Therapy, Pergi Berbelanja Untuk Perbaiki Suasana Hati

Diperbarui: 13 Maret 2023   03:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi retail therapy/Pexels

Saat keadaan seseorang tidak baik-baik saja, ia memutuskan untuk pergi berbelanja sebagai jalan keluarnya. Lalu, mampir ke toko atau supermarket terdekat, membeli apa pun yang ia butuh kan. Sesekali, orang tersebut cuma mampir melihat-lihat suatu barang di sana (window shopping), dan membeli sesuai budget yang ia miliki. Alasannya sederhana, yaitu mampu menstabilkan kondisinya.

Perilaku demikian dinamakan retail therapy. Dengan berbelanja, kamu mungkin merasakan kenaikan hormon bahagia. Retail therapy sendiri adalah perilaku seseorang yang menyukai berbelanja dengan tujuan dirinya merasa lebih baik dan stabil. Mirip self reward, yang memberikan hadiah kepada diri sendiri.

Tetapi, di sini kamu dikatakan penyuka berbelanja, apa pun masalah yang sedang dihadapi, solusinya adalah berbelanja. Kiranya, perilaku ini dinilai konsumtif jika kamu terlalu berlebihan mengambil barang belanjaan.

Menurut studi, dilansir dari halodoc.com, 62 persen orang berbelanja untuk kepuasan dan kesenangan. Sedangkan 28 persen lainnya bertujuan untuk merayakan sesuatu. Artinya, hal seperti ini umum terjadi di masyarakat.

Beberapa manfaat yang bisa kamu rasakan di antaranya membantu mengontrol perasaan, membawa kebahagiaan, menghilangkan rasa sedih, berinteraksi sosial dan mengelola finansial lebih baik.

Adapun secara ilmiah mengapa merasakan kesenangan berasal fungsi otak yang memproses hormon-hormon tertentu. Seperti hormon endorfin dan dopamin, endorfin yang berfungsi neurotransmiter (pengirim sinyal kimiawi) terlepas yang berbarengan dengan dopamin menyalurkan lebih banyak rasa bahagia.

Dengan begitu, perasaan yang buruk akibat stres, sedih, cemas dan lelah bisa dikendalikan. Temuan tiga peneliti, Scoot I. Rick, Beatriz Pereira serta Katherine A. Burson di tahun 2013 membuahkan fakta serupa. Retail therapy mampu menghasilkan aktivitas efektif dengan penurunan suasana buruk.

Dari sini, kehati-hatian salah memahami diri pun berujung pemborosan. Artinya, seolah kamu menyenangkan hati dengan berbelanja, malah sebaliknya, membuat sedih dan kebingungan karena di luar batas kemampuan ekonomi.

Maka, memikirkan dengan cermat kondisi keuanganmu sangat penting, tidak asal lihat lalu ambil. Meskipun membatu suasana hati, penelitian A. Selin Atalay dan Margaret G. Meloy tahun 2011 menguraikan risiko terhadap pelaku retail therapy.

Pertama, aktivitas belanja tidak teratur dan memperburuk keadaan; kedua, menahan perasaan dan mengontrol emosi membeli barang. Retail therapy juga membuat dirimu kecanduan berbelanja serta selalu merasa kurang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline