Lihat ke Halaman Asli

Sirilus Yekrianus

Mahasiswa STFT Widya Sasana Malang

Relasi Alam dan Manusia

Diperbarui: 13 April 2021   17:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Manusia hidup dalam alam. Manusia itu dikatakan manusiawi hanya ketika ia dilahirkan dan hidup dalam alam. Tidak ada manusia yang dilahirkan dan hidup di luar alam. Itu berarti hidup manusia bergantung sepenuhnya pada alam. Sejauh manusia itu hidup ia hidup berdasarkan "keputusan-keputusan" alam. Tanpa manusia alam tetap hidup namun tanpa alam tak ada kehidupan bagi manusia.

            Relasi alam dan manusia adalah relasi cinta. Alam menyediakan semua yang dibutuhkan manusia demi keberlangsungan hidupnya. Di sisi lain manusia dengan melihat alam dapat menyesuaikan dan menentukan arah dan tujuan hidupnya. Menurut Armada Ryanto, Alam adalah dinamika kesempurnaan hidup manusia itu sendiri. Alam seakan menjadi rujukan bagi ritme hidup sehari-hari. Alam juga menata bagaimana manusia mesti menjalani aktivitasnya. Alam lantas menjadi hukum kehidupam manusia (Menjadi Mencintai, 2013: 29).

            Cinta alam pada manusia adalah seperti ibu kepada anaknya, hanya memberi tak harap kembali. Alam tidak pernah membuat tarif untuk setiap oksigen, air, makanan dan sebagainya yang dinikmati oleh manusia. Lalu apa untungnya kehadiran manusia bagi alam? Kehadiran manusia tidak membawa keuntungan apa-apa bagi alam. Karena alam dihidupi dan menghidupi dirinya sendiri. Tanpa kehadiran manusia alam akan tetap hidup. Alam tidak bergantung pada manusia.

            Sebaliknya, manusia hanya tahu menggunakan dan cenderung menghancurkan alam semena-mena. Manusia menganggap dirinya tuan atas seluruh ciptaan, termasuk atas alam (Antroposentrisme). Dari sini manusia mendapat legitimasi untuk menggunakan alam sesuka hatinya. Sekali lagi Armada Ryanto mengatakan bahwa supremasi manusia atas alam semacam ini mendapat penekanan yang salah kaprah (Menjadi Mencintai, 2013: 31).

            Alam telah "diperkosa". Sehingga jangan heran jika alam selalu melahirkan bencana bagi manusia. Bencana alam yang silih berganti meremuk kehidupan manusia tidak lain adalah isyarat bahwa alam butuh perhatian dan uluran tangan manusia. Juga merupakan gugatan kepada manusia agar mereka diperlakukan sebagai saudara. Bencana alam di sisi lain tidak dimengerti sebagai perbuatan Allah melainkan konsekuensi langsung dari tindakan manusia merusak alam. Namun bencana alam juaga bisa dipahami sebagai "teguran Allah" terhadap kedosaan manusia. Itu berarti merusak alam dengan sendirinya merupakan perbuatan dosa, yang merusak relasi antara manusia dengan alam dan manusia dengan pencipta-Nya. Alam sebenarnya hanya butuh dihormati dan dihargai.

            Alam memberikan dirinya kepada manusia serta berbicara tentang Dia yang menciptakannya, yaitu Allah. Di sisi lain manusia mempunyai kewajiban untuk merawat serta melestarikan dan berhak mendapatkan "sedikit informasi" tentang Allah. Alam dalam hal ini membantu manusia untuk mengenal dan mencintai Allah. Inilah sebenarnya relasi cinta antara alam dan manusia. 

Daftar Rujukan 

Riyanto, Armada. MENJADI-MENCINTAI: Berfilsafat Teologi Sehari-hari. Yogyakarta:

            Kanisius, 2013.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline