Baru-baru ini menyeruak gaya hidup frugal living, konsep dan praktik hidup dengan berhemat dan mengusahakan pengeluaran lebih kecil di tengah modernisasi saat ini, termasuk di tengah tekanan iklan, promo, dan berbagai macam platform yang membuat hidup mudah dan murah dengan tawaran barang-barang tersedia sejauh mata dan sejauh jari. Tinggal klik, perlengkapan rumah seharga belasan ribu hingga belasan juta bisa langsung datang ke rumah.
Frugal living tentu tidak mudah bagi kami yang tinggal di Kota Medan dengan hingar-bingar yang konsumtif. Swalayan waralaba hampir ada di setiap titik, bahkan sudah masuk ke ruang-ruang perkampungan kumuh. Tekanan terkait transportasi pun berseliweran. Tersedia pilihan moda mobil dan sepeda motor yang bahkan hanya DP nol. Yang juga menggoda setiap detik adalah tawaran kredit handphone, barang rumah tangga, pinjaman bank offline, pinjol, dan berbagai kredit dengan syarat mudah.
Hidup di himpitan kota yang terus bersolek, menggoda setiap langkah untuk masuk mall yang dingin. Belum lagi cuaca panas, berdebu di luaran. Akan menarik hati dan fisik untuk mengunjungi berbagai hypermart yang menawarkan dingin, makanan lezat, perlengkapan pakaian, accesories dan sebagainya. Nah, ini tips menjalani hidup frugal living guna menghemat biaya sehari-hari di Kota Medan.
1. Pilih swalayan lokal, hindari yang waralaba atau franchise.
Menerapkan pola ini membuat pengeluaran cukup terbantu. Saya sudah membandingkan beberapa supermarket waralaba dengan lokal. Perbedaan harga cukup tinggi antara Rp 2.000, - Rp 3.000,-. Tentu dengan membeli item sekitar 15 item x Rp 3.000,- , sudah lumayan hemat Rp 45.000,- setiap belanja mingguan. Jika belanja 3 kali sebulan, sudah hemat sebesar Rp. 135.000. Hal ini sudah saya buktikan. Dulu masih mau belanja mingguan di supermarket waralaba. Ternyata bedanya sangat lumayan. Beberapa yang bisa saya kasih namanya adalah Bina Swalayan di Jala Setia Budi, Pasar Buah di Tanjung Rejo, Ido Swalayan di Tanjung Anom, dan Bahagia Swalayan di Simpang Pemda.
2. Kurangi ngopi atau ngeteh di kafe atau restoran, ciptakan gaya ngopi atau ngeteh di rumah dengan menyenangkan.
Juni kemarin, saya lihat pengeluaran ngopi saya di beberapa coffee centre hampir mencapai Rp 500.000,-. Ini membuat dompet terkuras dan tabungan habis termakan. Kini strateginya adalah beli biji roasted coffee. Lebih murah. Kemudian digiling oleh suami di rumah menjadi bubuk. Hanya Rp 150.000,- cukup persediaan kopi satu bulan. Bahkan bisa dua kali sehari minum kopi premium. Minumnya seraya mengamati anak-anak yang sedang belajar, depan rumah sambil lihat tetangga, atau menikmati setiap tetesnya seraya melihat buah mangga yang menguning, ha..ha....
Salah satu gaya ngeteh ala bangsawan juga saya lakukan. Saya menggunakan teko Venice harga ratusan ribu yang sudah tidak dipakai belasan tahun, gaya ngeteh dengan teh aroma daun melati yang dibawa teman dari Solo. Dengan gelas kecil hadiah teman dari Filipina yang tak pernah dipakai, aroma daun melati teh yang direndam dalam teko ciamik kuning keemasan akan menjadi sangat keren. Seolah-olah saya orang kaya kelas kaum elite dari Romawi. Padahal modal teh cepek dengan kenikmatan sejuta persen.
Saya juga menggunakan gelas tinggi leher angsa hanya untuk menikmati seduhan teh telang ungu yang warnanya rupawan. Dipadukan dengan gorengan ubi renyah berbalur bawang, maka kelas ngopi, ngeteh di kafe sudah diganti bercengkerama dengan anak seraya menikmati tetesan kopi dan teh. Dan untungnya, uang bisa dihemat Rp 300.000 - Rp 400.000,-.
3. Gunakan transportasi umum