Ratusan milyar virus ada di bumi ini. Virus bagi kehancuran bumi. Atau virus bagi kebaikan manusia dan seluruh isinya. Satu virus berupa update status provokatif bisa meluluhlantakkan sebuah bumi. Sebaliknya membagi virus kebaikan tentang harmonisasi, tentang hidup damai berdampingan akan mencipta bangunan-bangunan kecil yang kokoh. Dan pada akhirnya akan menjadi satu bangunan besar, sebuah gerakan toleransi yang membahana di Indonesia. Sehingga saatnya sekarang melalui media sosial, kita sebarkan, distribusikan virus-virus toleransi kita berupa kalimat, frasa, paragraph, cerpen, novel, atau bahkan ide-ide tokoh dunia soal keberagaman. Ratusan atau mungkin ribuan kata bijak yang nantinya akan menginspirasi. Berikut berbagai upaya dalam menyebarkan virus kerukunan tersebut.
1. Jangan mengupdate status yang menebar kerusuhan, updatelah status yang menebar keharmonisan
Satu kalimat rasis bisa menebar kerusuhan. Dan dampaknya bisa menghancurkan sebuah provinsi. Tapi sebuah status keharmonisan akan berdampak positip.
2. Jangan mengupload foto biasa, updatelah foto yang menginspirasi
Sebuah foto bisa merajut kebersamaan. Karena itu media sosial baiknya dimanfaatkan untuk menebar foto keharmonisan. Trik membagi foto yang mengandung keharmonisan bisa dengan antara lain: upload foto teman, keluarga dengan warna kulit berbeda. Pakaian yang berbeda, Berfoto bersama dengan keberagaman karakter, pakaian, simbol dan lain-lain. Saya adalah non muslim tetapi saat berkunjung ke daerah muslim, tak sungkan rasanya membeli kopiah. Tetangga saya yang non muslim merasa bahwa saya telah terpengaruh. Tapi saya jelaskan bahwa kopiah sudah merupakan jenis pakaian nasional. Peci termasuk di dalamnya. Pemahaman naif para teman, tetangga atau para kerabat soal peci.Saya jelaskan dengan hati-hati, bahwa peci juga digunakan oleh semua kalangan. Saya bagikan foto ayah saya yang memakai peci di saat hari-hari spesial. Saya bagikan foto para pejabat yang dilantik di hari-hari khusus. Semua menggunakan peci.
Kita pasti memiliki sahabat dari berbagai suku dan keyakinan. Sebarkan foto dengan mereka. Tidak harus dengan organisasi yang sama. Issu yang sama.
Tips lain adalah sebarkanlah foto-foto yang identik dengan "keharmonisan", "keberagaman', perbedaan. Saya juga melihat foto-foto teman yang menebarkan keberagaman. Misalnya foto dengan warna kulit berbeda, bola mata berbeda. Tidak harus mengumbar foto yang homogen, yang narsisnya hanya untuk kelompok/kesukuan yang sangat dominan/kelompok tertentu yang eksklusif. Dalam dunia nyata, tentu kita akan berasosiasi dnegan kelompok kesukuan, agama yang sama, almamater yang sama. Tapi baiknya di media sosial. Perbanyak nuansa keberagaman.
Sebagai mahluk sosial kita memang ingin diakui derajatnya. Tetapi menebar berbagai aura positip di dunia maya sudah seharusnya wajib hukumnya. Saya paling heran lihat foto-foto keluarga Indonesia yang ada di luar negeri. Jarang mengupload kebersamaan dengan bule, kulit hitam dan orang asia lainnya. Yang terlihat di semua foto mereka adalah yang bermarga . Kulit berwarna, orang Indonesia. Sangat homogen. Sangat kesukuan.
3. Menjelajah situs-situs yang meningkatkan rasa toleransi kita pada agama lain dan upload
Rajinlah berkunjung ke tempat-tempat "religius" sebagai simbol kebersamaan. Salah satu tip ini selalu saya terapkan untuk keluarga kecil saya. Mesjid Raya kota Medan menjadi pilihan saya untuk tempat merawat kerukunan. Berharap anak-anak saya akrab dengan segala macam agama yang ada di sekeliling kami. Saya juga selalu promosikan tempat ini bagi kerabat yang berkunjung ke kota kami. Hanya sekedar untuk mengenalkan betapa agama lain di luar saya juga memiliki sesuatu yang menarik. Satu simbol keterbukaan, sejarah, trademark dan memang harus menjadi satu pengakuan tentang eksistensinya.
Saya membawa anak-anak saya ke gereja Velangkani atau kuil indah di Berastagi. Gereja Katolik Velangkani yang menyejukkan..