Lihat ke Halaman Asli

Monopoli Kebenaran Oleh: Sirajuddin Abdul Wahab (Koordinator Gerakan Merah)

Diperbarui: 18 Juni 2015   06:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tulisan ini berangkat dari maraknya pemberitaan yang begitu menyimpang dari asas kebenaran, berbagai tudingan yang dimuat berbagai media massa dan media sosial (TV, Koran, Online, Facebook, Twitter), pasca pemungutan suara Pemilu Presiden, Rabu 9 Juli 2014.
Pro kontra hasil hitung cepat (quick count), kedua kandidat Capres-Cawapres Prabowo-Hatta & Jokowi-JK, masing-masing meng-klaim kemenangan atas dasar capaian hitungan cepat tersebut. Klaim kemenangan kedua kubu melahirkan polemik dan kebingungan di tengah-tengah masyarakat, diperkeruh dengan peran aktif pemberitaan media massa dan media sosial (TV, Koran, Online, Facebook, Twitter).
Menarik untuk dicermati muatan pemberitaan di media massa serta media sosial, yang berpihak pada pasangan Jokowi-JK, berbagai pernyataan dan pemberitaan begitu jelas terbaca; penggiringan opini, provokasi, agitasi, serta propaganda yang cenderung me-maksa-kan kehendak. Berkolerasi dengan penyataan saudara Burhanudin Muhtadi; "kalau KPU real count tidak sesuai dengan lembaganya, maka itu KPU salah dan curang". Pernyataan saudara Burhanudin Muhtadi, begitu provokatif, cenderung mendikte dan mengancam KPU agar menetapkan kemenangan Jokowi-JK berdasarkan hasil hitung cepat (quick count). Cara-cara itu di-ibarat-kan suatu kebohongan yang terus menerus di-laku-kan dan di-paksa-kan, hingga suatu saat nanti dianggap menjadi sebuah kebenaran.
Pendukung Jokowi-JK selalu menempatkan dirinya sebagai pihak yang menang, sedangkan kubu Prabowo-Hatta selalu di-tempat-kan pada posisi yang kalah. Klaim kemenangan atas dasar kebenaran hasil hitung cepat (quick count) dari kubu Jokowi-JK, suatu proses yang masih sangat prematur untuk di-jadi-kan dasar kemenangan mutlak. Meskipun hitung cepat (qiuck count) di-laku-kan dengan kaidah-kaidah yang ilmiah, bukan tidak mungkin hasil hitung cepat bisa meleset jauh dari hasil sebenarnya. Disisi lain-pun kubu Prabowo-Hatta menyatakan menang atas dasar hal yang sama, yaitu hitung cepat (qiuck count).
Namun hitung cepat (quick count), bukan hal yang baru dalam perhelatan Pemilu Indonesia, karena hitung cepat tidak bisa di-jadi-kan rujukan yang kuat, apalagi dianggap sebagai kebenaran mutlak. Fakta sejarah pada Pemilu Presiden 2004, pasangan Capres-Cawapres Megawati-Hasyim, ber-dasar-kan hitung cepat (quick count) yang di-laku-kan oleh kubu Megawati-Hasyim, di-nyata-kan menang atas SBY-JK. Namun fakta berkata lain, hitungan manual atau real count dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), me-nunjuk-kan perbedaan yang bertolak-belakang dari hitung cepat (quick count) yang di-laksana-kan oleh Pasangan Capres-Cawapres Megawati-Hasyim. Akhirnya KPU me-netap-kan Pasangan SBY-JK sebagai pemenang pada Pemilu Presiden 2004. Hal serupa pernah dialami pada Pilkada Jawa Timur, Tahun 2008, hasil quick count me-menang-kan pasangan Khofifah-Mudjiono atas Soekarwo-Syaifulah, namun hitungan manual atau real count KPU, menetapkan pasangan Soekarwo-Syaifulah sebagai pemenang dalam Pilkada Jawa Timur. Pertanyaannya adalah; apakah masih bisa kita percayai hitung cepat (quick count) sebagai dasar kemenangan yang mutlak?
Kedua kubu Capres-Cawapres harus mampu menahan diri, untuk tidak melakukan tindakan yang meresahkan masyarakat, apalagi dengan cara-cara propaganda, menghasut serta mengintimidasi atas nama hasil hitung cepat (quick count), cara-cara tersebut di-khawatir-kan ber-dampak pada konflik horizontal antar kedua massa pendukung pasangan Capres-Cawapres, karena adanya perbedaan hitung cepat (quick count).
Keputusan KPU pada tanggal 22 Juli 2014 akan menjadi dasar kemenangan, siapa-pun pasangan Capres-Cawapres yang di-tetap-kan oleh KPU sebagai pemenang Pemilu Presiden 9 Juli 2014, harus diterima dan dihormati dengan lapang dada. Bagi Capres-Cawapres beserta para pendukung yang kalah, harus bisa menerima dengan jiwa besar, sebagai konsekwensi dari sebuah pertarungan. Karena di setiap pertarungan pasti ada yang menang dan kalah.
Jakarta, 13 Juli 2014




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline