Lihat ke Halaman Asli

Ayolah Berdamai dengan Masa Lalu, Kini, & Datang

Diperbarui: 1 Mei 2017   18:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: By Michael C. Gray

Masa lalu. Jelas bisa memengaruhi hidup kita. Apatah lagi kalau masa lalu itu dipenuhi dengan derita emosi. Seperti perlakuan buruk yang kita alami dari orang dekat maupun orang lain yang jauh hubungan kekerabatannya.

Malahan, kalau kita percaya dengan psikoanalisis Sigmund Freud. Baginya, masa lalu sangat menentukan. Bahkan pengasuhan dua tahun dalam keluarga sangat membekas hingga akhir hayat, tak pernah terhapus sama sekali. 

Determinan masa lalu, baik yang menyangkut psikologi, sosiologi, antropologi, ekonomi, politik, geografi, dan hingga pendidikan-tak perlullah rasanya dikaji dalam di sini. Terlalu banyak aliran dan simpang-siurnya argumen setiap pandangan. Tapi, marilah kita akui sedikit saja mungkin pengaruh itu. Seraya menyadari dengan kerendahan hati, manusia masih memiliki akal pikiran dan segala potensi lainnya untuk mengubah diri sendiri, bahkan lingkungan geografi. Misalnya, kalau panas tinggal pasang AC.

Lalu, yang lain bilang, masa kini paling berpengaruh. Meski ada yang mengatakan, hasil yang Anda peroleh hari ini merupakan kumpulan musabab masa lalu. Tapi, bagi golongan ini, katakanlah yang bersifat behavioris. Segalanya dapat dikondosikan, menyangkut psikologi, sosiologi, ekonomi, politik, geografi, dan hingga pendidikan. Bagi golongan ini, mereka yang berfokus pada masa lalu akan menjadi pesimis, aneh, dan asing. Sebaliknya, yang bertumpu pada masa depan adalah tukang angan-angan, kahayal.. Cuma, berpikir pada masa kini bukanlah semata fatalis. Tanpa rencana.

Masa depan. Bagaimana? Satu di antara ciri berpikir liberal atau modern ialah berfokus pada masa depan. Sebaliknya, orang yang konservatif dikatakan berpikiran pada masa lalu. Sedangkan yang berpikiran masa kini, realistis tulen? Berpikir masa depan itulah yang membuat manusia memanajemen kehidupan ini secara lebih tertata dalam perspektif ini.

Nah, nah, saya rasa alangkah baik dan bijaknya kalau kita dapat bercermin dari masa lalu, menghadapi masa kini, dan merencanakan masa depan secara damai. Kombinasi masa lalu, kini, dan depan dapat membuat kita semakin arif dengan memadukannya dibanding mempertengkannya. Apalagi memperebutkan atau meributkannya. Yang membuat kehidupan pribadi, orang lain, dan semesta semakin ribut. 

Ayolah berdamai dengan masa lalu, kini, dan datang. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline