Lihat ke Halaman Asli

Pupusnya Disiplin Sekolah

Diperbarui: 18 April 2017   20:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Credit: © WavebreakMediaMicro / Fotolia

Kamus disiplin dalam pendidikan kini mulai pupus dari sekolah. Apalagi konotasi disiplin yang terdengar angker di tengah jajahan konsep pembelajaran menyenangkan yang diselewengkan. Kini pembelajaran terkotak dua: antara mereka yang tetap berupaya memegang otoritas pendidikan secara kaku dan membosankan. Dihadapkan kontra lain, pro pembelajaran menyenangkan yang mendekati penyesatan.

Jadi, apakah disiplin masih relevan dan berguna dalam pendidikan kini? Apalagi di tengah demokratisasi pendidikan. Para siswa mulai menyadari hak sipil mereka dalam pendidikan. Mereka menuntut aspirasi dan perlakuan guru yang lebih demokratis. Bukan seperti dulu. Para gurulah secara dominan yang menentukan arah pembelajaran. Kini, apalagi dengan prinsip pembelajaran yang berpusat kepada siswa. Beralih atau mengambil alih pembelajaran menjadi suara mayoritas siswa.

Pengendalian Atau Pembiaran

Ada baiknya, para guru digolongkan dalam dua tipe kelas: pengendali dan pembiaran.  Inilah penjelasan, keduanya:

Pertama, guru yang ingin menguasai seisi kelas secara berlebihan. Seperti halnya raja diktator yang secara represif bermaksud mengendalikan kelas berlebihan. Sesuai dengan tata letak kursi dan meja yang berbanjar. Seakan guru duduk pada singgasana kerajaan kelas. Sedikit saja, siswa brisik atau kaki meja atau kursi bergeser. Si guru dengan sigap berkomentar pedas atau bahkan memuruki siswa.

Secara positif, guru bertipe otoriter dapat menertibkan kelas. Sehingga pembelajaran berjalan tuntas. Sebaliknya, sisi negatifnya, guru otoriter kadang bisa berlaku kasar yang berujung pidana. Paling tidak, siswa diselimuti rasa takut berlebihan dalam kala pembelajaran.

Kedua, guru yang melakukan pembiaran sehingga hilang kendali kelas. Jadi, para siswa mengambil alih kekuasaan guru seperti kudeta politik. Para siswa seperti halnya demonstrasi yang mendekati kerusuhan massa. Guru yang hilang kendali kelas bisa secara pasif atau agresif melakukan kekerasan dengan maksud mengendalikan suasana kelas.

Guru dengan tipe ini sekilas tampak demokratis. Paling tidak, mendekati hal itu. Secara positif, siswa yang paling pendiam pun dapat angkat bicara dalam kondisi itu. Sebaliknya, sisi negatif pola ini, pedagogik pembejaran melebar. Untuk tidak menyebutkan kacau.

Memang, pengelompokan guru dengan dua tipe itu terlalu sederhana di sekolah. Padahal, banyak aspek, sisi, segi, dan faktor yang melingkupi sekolah atau kelas. Namun, dengan mengontraskan dua tipe guru: pengendali yang berlebihan dan pembiaran yang berlebihan. Akan lebih mudah memilih alternatifnya yang seimbang.

Alternatif

Pengajaran disiplin di sekolah perlu dipahami dan disadari sebagai upaya pendekatan, metode, dan sistem disiplin untuk menertibkan pembelajaran. Tujuan disiplin bukanlah pemberian hukuman, melainkan usaha pembelajaran biar berjalan dengan baik. Melalui disiplin, para guru memfasilitasi wilayah dan iklim pembelajaran efektif. Sekaligus, para siswa lebih mudah menyerap materi pembelajaran. Serta membangun pola hubungan guru-siswa dan sesama siswa dengan prinsip saling menghormati dan menghargai. Tanpa melakukan bullying dan sarkasme.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline