Kebanyakan tulisan Artikel (Opini) saya terbit di Harian Waspada Medan, Sumatera Utara. Seorang kawan bertanya kepada saya, "Siapakah redaktur atau wartawan yang saya kenal di koran tersebut sehingga tulisan saya bisa terbit?" Saya jawab, "tidak ada sama sekali, seorang wartawannya pun yang saya kenali, apalagi redakturnya." Lebih, koran Waspada terbit di Medan, sedangkan saya di Padangsidimpuan.
Secara pribadi, saya agak sengaja dan memilih belum menjalin komunikasi yang akrab dengan para redaktur koran. Tujuan saya agar saya terus bisa belajar dan meningkatkan kemampuan menulis artikel koran khususnya. Atau dengan kata lain, saya ingin tulisan yang saya kirim dan diterbitkan lebih pada kualitas atau penilaian redaktur daripada semata terbit hanya lantaran 'pertemanan akrab?'
Saya setuju dengan pendapat seorang wartawan dalam perkenalan singkat pada sebuah acara. Ia mengatakan kepada saya, "Banyak kalangan akademisi yang menjumpainya agar tulisan artikel mereka dimuat di koran tempat tugasnya. Mereka berharap pengaruh kewartawanannya bisa memengaruhi redaktur koran." Padahal, katanya tak begitu banyak pengaruhnya meski ia yang mengirimkan tulisan si akademisi itu ke koran. Tapi, sepertinya, mereka agak kurang percaya diri kalau secara langsung dapat mengirimkannya. Memang, itu jugalah yang menjadi anjurannya. Agar mereka yang berharap tulisan artikel dimuat di koran, kirim sendiri sesuai dengan ketentuan.
Cuma memang, itulah di antara masalah kita yang agak melingkupi secara nasional. Banyak orang tak sabar mengikuti prosedur jurnalistik media. Justru, beberapa orang ingin 'potong jalur' lewat pertemanan akrab agar ditulisannya dimuat. Biarpun artikel tersebut kurang sesuai dengan kaidah jurnalistik?
Dan kalau tulisan kita misalnya tak terbit. Rasanya, lebih lumrah memprasangkai buruk redaktur koran 'pilih kasih?' Jadi, daripada curiga melulu kepada redaktur koran akibat tulisan belum terbit lebih baik kita curiga atas kemampuan kita sendiri yang mungkin butuh pembelajaran jurnalistik. Pandangan terakhir ini dapat mendorong kita kelak menjadi penulis artikel yang andal.
Itulah harapan kita, dunia tulis-menulis semakin profesional. Kita berupaya secara lebih tekun dan serius mempelajarinya. Lalu, kita berupaya menembus koran yang dituju sesuai dengan kapasitas kita yang terus bertambah. Tulisan kita terbit lebih pada standar profesional jurnalis atau penulis dibanding pertemanan karib. Tentu saja, tak ada larangan berkongsi dengan wartawan dan redaktur koran. Itu sesuatu yang sangat baik dalam hubungan kemanusiaan. Namun, dalam pekerjaan jurnalis. Biarkanlah, redaktur bekerja profesional dan independen tanpa intervensi perserikatan kita yang kadang terbawa subjektivitas agak berlebihan.
Tergantung kepada pembaca, mau berkenalan dulu ke redaktur baru mengirimkan tulisan ke koran. Atau sebaliknya, kirimkan dulu artikel ke koran, perkenalan agak dibelakangkan sedikit. Saya memilih yang terakhir, mengirimi artikel kepada para redaktur koran. Biarpun belum saya kenali. Yang penting, saya berprasangka baik umumnya wartawan dan redaktur orang yang sangat baik-baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H