Lihat ke Halaman Asli

Mau Jadi Penulis Artikel (Opini) di Koran?

Diperbarui: 5 Desember 2016   02:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: kfk.kompas.com

Niat menjadi penulis artikel (opini) di media massa masih ada. Namun, minat dan praktik menjadi penulis artikel tergolong sedikit. Gambaran itu misalnya, saya dapati dan alami ketika kami mengadakan workshop“Menulis Artikel Opini ke Media Massa” di Kota Padangsidimpuan. Awalnya, teman panitia cukup optimis dengan hasrat beberapa pendaftar, dua puluh orang. Tapi, menjelang hari H (Minggu, 1/5/2016), separuh pendaftar itu mundur. Entah alasan apa gerangan, yang pasti saat dikonfirmasi, sudah tak ada kepastian mengikuti acara workshop.

Akhirnya, semangat panitia, sedikit melemah, untuk tidak menyebutnya hampir “putus asa.” Rupanya, minat menjadi penulis artikel opini di Padangsidimpuan, khususnya, termasuk rendah. Padahal, brosur informasi disebar ke beberapa universitas, instut, sekolah tinggi, sekolah, dan bahkan tempat publik lainnya. Sekalipun demikian, gairah menulis loyo, menulis artikel tetaplah harus dilaksanakan. Begitu juga, yang kami lakukan.

Di tengah, hasrat menjadi penulis artikel, rendah. Masih harus dihadang dengan berbagai kesulitan. Misalnya, penulis pemula kurang mengikuti perkembangan kabar, berita, dan informasi terkini. Meliputi kabar pendidikan, politik, ekonomi, hukum, sosial, dan segi kehidupan lainnya. Kejadian yang perlu diamati, dari daerah, nasional, hingga internasional. Itu artinya, jika niat menjadi penulis butuh bacaan yang banyak. Tidak hanya membaca beragam buku itu, tapi juga harus berlatik dan berpraktik menulis opini. Lalu, mengirimkannya ke Koran yang dituju.

Di situ, berarti penulis pemula harus bergelur dengan informasi dan data aktual. Selain tentunya, perlu juga bergulat dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Khususnya lagi menguasai bahasa jurnalistik, yang singkat, padat, dan ekonomis.

Kesulitan lain, penulis pemula harus berhadapan (bersaing) dengan para penulis professional. Yang terlatih dan terbiasa menulis opini di koran. Apalagi, penulis profesional lebih mumpuni di bidang ilmu pengetahuan, pengalaman, dan pergaulan. Bahkan ternama di media massa. Tapi, tentu tidak ada lagi jalan atau tempat bagi penulis pemula. Jalan masih terbuka bagi siapa saja yang memiliki niat dan minat sungguh-sungguh menjadi penulis pemula.

Sumber: Waspada Medan, Abdul Hakim Siregar

Modal Penulis

Jika memiliki harta berlimpah. Belilah banyak buku yang berkaitan dengan menulis. Agar satu buku tentang kepenulisan dapat ditelusuri dengan buku kepenulisan lainnya, lihatlah pada daftar pustaka bahan bacaan, penulis. Namun, jika kurang beruntung di bidang ekonomi. Alias dijerat kemiskinan. Sesungguhnya, kemiskinan pun bisa menjadi modal penulis. Pasalnya, kemiskinan dari berbagai aspeknya dapat ditinjau. Bahkan, sebagian orang menjadikan kemiskin, sebagai pembangkit semangat. Sebaliknya, kemiskinan pada orang lain, dapat menjadi pemicu tukang kriminal.

Modal lain jadu penulis pemula ialah fisik, spiritual, emosional, dan intelektual. Pengurutan itu tidak mutlak. Mungkin juga, kecacatan bagi sebagian orang pendongkrak keterampilan. Tanpa harus menjadi pengemis atau peminta-minta, tulen. Modal spiritual dan emosional sangat penting, lantaran penulis harus memiliki daya tahan spiritual dan emosional. Sebab, jika tidak, bahkan penulis kawakan harus menelan sedikit “kekecewaan” lantaran tulisannya tak dimuat redaktur artikel opini.

Jangan salahkan dan buruk sangka terhadap redaktur media massa yang belum menayangkan tulisan pemula. Umumnya, redaktur media yang besar sangat sibuk setiap hari. Karena, ia atau mereka berhadapan dengan deadline dan headline artikel opini, khususnya. Yang paling penting diingat lagi, para redaktur media, umumnya orang baik-baik.

Jadi, ketika tulisan opini ditolak redaktur media, yang paling utama, melipatgandakan modal penulis mengkapital. Sebagai modal tambahan, penulis pemula perlu melengkapi syarat berikut:

Pertama, perbanyaklah membaca apa saja. Agak muskil, bahkan mustahil menjadi penulis pemula tanpa mau membaca bacaan bermutu. Termasuk di sini, pentingnya memiliki koleksi banyak buku, kamus bahasa/disiplin ilmu, dan ensiklopedia. Kedua, kuasailah penggunaan bahasa Indonesia yang benar. Khususnya, bahasa jurnalistik yang khas. Di antara cirinya, singkat, padat, dan hemat kata. Ketiga, kuasai kemampuan menggunakan komputer, laptop, dan internet. Keempat, praktik menulis opini dan mengirimkannya ke media sasaran.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline