Lihat ke Halaman Asli

Si Penjelajah Dunia

Regional Manager

Ketika Hagia Sophia Menginspirasi Islam dan Kristen

Diperbarui: 24 Oktober 2016   16:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Mengunjungi Istanbul, Turki tidak akan pernah lengkap tanpa berkunjung ke Hagia Sophia. Saya mengunjungi Istanbul, Turki beberapa kali pada tahun 2009 sampai 2012. Hagia Sophia, dalam Bahasa Latin dikenal dengan Sancta Sophia atau Sancta Sapientia dan dalam Bahasa Turki Ayasofya pada awalnya adalah Basilika Kristen Yunani Ortodoks yang kemudian berubah menjadi masjid dan saat ini menjadi museum dengan nama Ayasofya Müzesi. Hagia Sophia terletak di Istanbul, Turki. Bangunan gereja yang mulai dirancang pada tahun 537 Masehi dan selesai pada tahun 1453 merupakan bangunan bersejarah yang tidak ternilai dan digunakan sebagai Katedral Ortodoks dan tahta Patriarch of Constantinople. Pada 29 Mei 1453 diubah menjadi masjid sampai dengan tahun 1931 dan pada 1 Februari 1935 menjadi museum.

dokpri

Hagia Sophia dalam dunia arsitektur merupakan bangunan yang sangat terkenal. Haiga Sophia sendiri terkenal akan kubah besarnya dan gereja ini merupakan lambang dari Arsitektur Bizantium. Arsitektur Bizantium adalah arsitektur yang dikenal pada masa Kekaisaran Bizantium atau Kekaisaran Romawi Timur yang berpusat di ibu kota Konstantinopel. Kekaisaran Romawi Timur merupakan terminologi yang membedakan dengan Kekaisaran Romawi Barat yang berpusat di Roma. Oleh karena kekaisaran ini bertahan lebih dari seribu tahun, maka arsitekturnya mempengaruhi seluruh Eropa dan Asia Barat Daya. Arsitektur Bizantium juga menjadi asal mula tradisi  arsitektur Utsmaniyah (Kekaisaran Ottoman) dan Renaisans. Gereja Hagia Sophia sendiri berperan sebagai model untuk banyak masjid Utsmaniyah. Sejak Kaum Utsmaniyah menguasai arsitektur Bizantium, maka mereka bisa membangun masjid dengan ruang bagian dalam yang luas dengan kubah yang besar. Arsitektur Utsmaniyah merupakan arsitektur Bizantium yang berpadu dengan tradisi-tradisi arsitektural Mediterania dan Timur Tengah.

https://anotherheader.wordpress.com/2012/07/25/turkey-istanbul-hagia-sophia/

Setelah Konstantinopel ditaklukkan oleh Turki Utsmani dibawah kepemimpinan Sultan Mehmed II, maka Katedral Hagia Sophia kemudian diubah menjadi masjid. Berbagai lambang kristen seperti lonceng, gambar serta mosaik Yesus, Maria dan orang-orang suci kristen serta para malaikat dihilangkan atau ditutupi dan kemudian ditambahkan berbagai atribut keislaman di dalamnya. Masjid ini bertahan sampai tahun 1931 kemudian tahun 1935 dibuka menjadi museum. Di dalam Museum Hagia Sophia, saya masih menemukan berbagai simbol dan lambang kristianitas serta berpaduan keislaman di dalamnya.

https://anotherheader.wordpress.com/2012/07/25/turkey-istanbul-hagia-sophia/

Saya teringat ketika tingkat dua di Seminari Menengah Wacana Bhakti dan SMU Kolese Gonzaga, Romo F. Kuswardianto, Pr menceritakan bagaimana bangunan ini mengilhami arsitektur masjid di seluruh dunia. Saat itu Romo Anto mengisahkan tentang perpecahan besar antara gereja barat berpusat di Roma dan gereja timur yang berpusat di Konstantinopel. Dari kisah itu, nama Hagia Sohia pertama kali saya dengar.  Sejak itu saya punya impian untuk mengunjungi dan melihat kemegahan katedral terbesar dunia yang bertahan hampir seribu tahun di abad pertengahan sampai dengan tahun 1520. Hagia Sohia merupakan salah satu landmark yang wajib dikunjungi ketika saya berkunjung pertama kali di Istanbul tahun 2009. Hagia Sophia sangat dekat dengan Masjid Sultan Ahmed atau dikenal dengan Masjid Biru, kedua bangunan bersejarah ini berseberangan. Saya saat itu begitu bahagianya berkunjung ke tempat ini sampai saya kemudian mengirimkan email ke teman-teman saat itu menginformasikan akhirnya saya bisa ke Hagia Sophia. Betapa pentingnya bangunan ini sampai saya masih mengingat saat itu tangan dan kaki saya mendadak dingin ketika menginjakkan kaki di Hagia Sohia.

https://anotherheader.wordpress.com/2012/07/25/turkey-istanbul-hagia-sophia/

Saya merefleksikan hal yang berbeda ketika saya mengunjungi Hagia Sophia. Benar memang katedral ini diambil secara ‘paksa’ dan diubah secara ‘paksa’ dan menjadi bagian dari pampasan perang. Akan tetapi ketika kembali kepada jaman ini, saya bisa melihat bagaimana antar kebudayaan bisa saling mempelajari satu dengan lainnya. Bagi saya sesuatu yang baik dan berguna itu bisa berasal dari mana saja. Apa yang saya liat akhir-akhir ini, kita seringkali menjunjung tinggi keaslian dan kemurnian dan tidak heran jika saya melihat banyaknya intoleransi dalam masyarakat, pembakaran tempat ibadah, politisasi agama dan lain-lain. Saya ingin mengajukan pertanyaan kritis terhadap keadaan yang saya alami akhir-akhir ini, bagaimana kita dapat yakin tentang keaslian kita? Apakah dengan memeluk keyakinan tertentu, apakah dengan lahir di tempat tertentu atau menjadi bagian dari ras tertentu, kita bisa mengklaim diri kita asli? Dari kunjungan saya ke Hagia Sophia lah saya belajar bagaimana bangunan ini menginspirasi Islam dan Kristen karena apa yang kita sebut sebagai kebaikan itu bisa didapat dari mana saja.

dokpri

Salam, Si Penjelajah Dunia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline