Lihat ke Halaman Asli

Jawaban Putih untuk Hitam

Diperbarui: 25 Mei 2018   06:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bagimu hari masih bersembunyi. Tapi nyataya matahari telah menebar senyumnya ke bumi. Burung-burung pun telah bersiul sahut menyahut di dahan tak bertepi. Ku sibakkan slimut tebal menyelimutimu, kau selalu mengoceh tanpa henti. Begitulah hakekat dirimu.

“Aku harus memenangimu hari itu” tekadku.

Kau masih saja mengeluh, saat kendaraan berwarna biru itu membawa kita ke tempat yang akan kita datangi. Tapi aku hanya memilih untuk diam. Bertengkar denganmu hanya akan menggoyahkan tekad bulat yang telah ku bangun. Kau pasti mengerti suatu saat nanti.

Matamu baru terbuka saat kau menilik keramaian pasar hari minggu. Kau pun tak tinggal diam, menyeret-nyeret bajuku untuk berkumpul di antara sesak orang di sana. Aku juga tak akan membiarkan mu mengecohkan langkahku.

Bangunan bercatkan orange di depan kitalah tujuanku. “apa ini ?” tanyamu padaku. Kau tetap saja mengoceh, tapi kau akhirnya menurutiku juga. Akupun mengajakmu menyelami anak-anak tangga satu persatu. Dan sampailah kita, di tempat tujuan.

Kau masih saja mengeluh dan mengeluh. Tak berhenti-berhentinya kau bertanya. Kau juga terlihat begitu terkejut memandang wajah-wajah asing di hadapanmu. “Inilah teman baru kita” batinku sambil melirikmu yang masih dalam keterkejutan.

Kulihat kau yang mulai menelusuri sudut demi sudut ruangan itu. Dan sepertinya kau telah memahami tujuanku membawamu ke tempat ini. Aku merasa lega karena satu langkah mengalahkanmu telah ku capai.

“Tahukah kau bahwa menjadi seorang penulis adalah cita-cita ku. Dan di sinilah aku akan memulai. Jadi jangan coba-coba kau menyusutkan niatku” Fikirku tanpa kuucap padamu.

Acara pun dimulai tepat jam setengah Sembilan pagi. Unik…asyik….heboh. Rentetan acara yang tak pernah ku duga, mungkin juga tak sama dengan apa yang kau kira. Permainan-permainan unik yang penuh makna.

Menuliskan impian di masa depan, hal sepele yang sepertinya perlu diutarakan. Jika hari itu impian kutuangkan di atas kertas putih maka sejak saat itu juga telah kutuliskannya di ruang memori terdalamku. Agar ia selalu mengingatkanku akan banyaknya langkah yang harus ku tempuh.Ku rasa kau pun juga harus tahu itu.

Satu demi satu permainan telah lewat. Aku pun bisa sedikit menghafal nama-nama wajah yang dulunya asing hingga menjadi tak asing lagi.

Ku lirik kau yang hanya termenung. Sudah lumayan lama kau tak mengoceh lagi. “Mungkinkah kau berfikir untuk diam saja mengikutiku?” fikirku sambil mengamatimu diam-diam

Tak terasa dengan cepatnya waktu membawa ke penghujung acara. Penutupan acara dengan permainan hulla hop menambah keceriaan hari itu. Acara pun ditutup tanda bahwa waktu telah memisahkan kebersamaan lascar pena.

Kau masih saja diam, aku pun tak berani menebak apa yang sedang ada di fikiranmu. Kebiasaan mu yang selalu mengeluh entah hilang kemana. Terselip rasa bangga sekaligus bimbang di hatiku. Detik ini ku merasa bahwa kau bukan musuh yang selama ini berjalan beriringan bersamaku. Melainkan teman yang selalu bersama.

Aku berharap itu akan terjadi. Tapi ku tahu bahwa harapanku hanya akan berujung pada kemustahilan. Karena hakekat kita tetap beda. Putih dan hitam adalah lawan bukan teman. Walau seperti itu, satu kata yang ingin ku ucapkan padamu “matur thank you”. :)

 

Wallahu'alam.


By: Founder & CEO Tokoandalan.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline