[caption id="attachment_179885" align="aligncenter" width="298" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]
Salam persahabatan…
Tiga tahun lamanya saya hidup dan merasakan aroma alam putussibau, Ibu Kota Kabupaten Kapuas Hulu salah satu Kabupaten yang ada di Kalimantan Barat. Suka-duka dan pengalaman baru banyak saya dapatkan di putussibau tersebut.
Sebagaimana yang dilakukan orang pada umumnya jika memasuki wilayah baru adalah beradaptasi. Saya juga melakukannya, Minggu pertama kedatangan saya ke putussibau itu saya gunakan untuk beradaptasi. Baik itu beradaptasi terhadap alam, lingkungan dan lainnya. Banyak kendala yang saya alami. Salah satu kendala yang agak lama untuk mengatasinya adalah kendala di bahasa. Namun seiring berjalannya waktu bisa saya atasi.
Putussibau… Putussibau ini salah satu daerah kabupaten yang berbatasan dengan negeri tetangga Indonesia yaitu Malaysia. Mendengar kata berbatasan dengan Negara tetangga untuk kita yang berada di Indonesia ini selalu identik dengan daerah yang mahal untuk biaya hidup, mahal segala-galanya. Memang benar putussibau ini juga sama seperti yang anda ketahui dari gossip bahwa daerah Kabupaten Kapuas hulu biaya hidup sangat luar biasa mahalnya jika saya banding dengan tempat tinggal saya sekaranng ini (MALANG).
Di Kapuas hulu ini harga sandang dan pangan alias biaya hidup mahal bangat. Saya sering berpikiran bagaimana Orang Kapuas Hulu ini betah hidup dengan kondisi yang demikian? Dan bagaimana mungkin pemerintahnya tidak memperhatikan kesejahteraan Rakyatnya ? Karena sebagaimana umumnya daerah perbatasan gaji PNS nya lebih banyak dari daerah perkotaan. Konon pernah saya dengar gossibnya bahwa sebenarnya Kabupaten Kapuas Hulu ini mau di berikan honor lebih untuk para PNS sebagaimana yang di berikan di bagian Indonesia timur (PAPUA). Akan tetapi oleh pemerintahnya menolak. Alasan pemerintahnya menolaknya menurut gossib itu juga bahwa Pemerintahan daerah tersebut merasa malu dan takut kalo-kalo daerahnya akan di cap dengan daerah pinggiran, daerahnya ini takut di bilang daerah miskin.
Inilah membuat daerah Kapuas Hulu ini tidak di berikan honor lebih sebagaimana daerah perbatasan dan pinggiran lainnya. Padahal sesungguhnya jika di lihat dari kenyataan di lapangan. Daerha ini sangat memprihatinkan. Jika seseorang yang tinggal di sana dengan kerja sebagai PNS (Guru) dan tidak mempunyai kerja sampingan. Sangat sulit mereka itu mempunyai rumah. Jangankan untuk membelinya atau membangunnya, mengkredit rumah pribadi juga mereka para PNS ini masih kesulitan.
Ini baru kita lihat kondisi PNS nya. Belum masyarakat biasa. Tidak bisa saya bayangkan lagi. Di salah satu kecamatan yang ada di kabupaten Kapuas hulu dan berbatasan langsung dengan Negara tetangga lebih memprihatinkan lagi. Nama kecataman yang saya maksud adalah kecamatan BADAU. Orang yang berbatasan langsung dengan Malaysia ini banyak yang tidak mengenal nilai tukaran rupiah, dan orang kecamatan Badau ini lebih hapal dengan nilai Ringgit dari pada rupiah. Kok bisa ? ya bisa dong, masyarakat yang ada di kecamatan badau ini memakai ringgit, bertransaksi memakai uang ringgit. Sedangkan rupiah tidak berlaku disana di karenakan jika melihat untung ruginya. Inilah yang membuat mereka tidak terlalu kenal sama rupiah. Jika warga BADAU ini belanja kebutuhan sandang dan pangan dari produk dalam negeri artinya mereka harus ke kota (Putussibau) atau langsung juga ke Pontianak (Ibu Kota propinsi Kal-Bar). Maka di pastikan biaya transportasinya akan banyak habis belum lagi dilihat kerugian dari tenaga dan waktu mereka selama dalam perjalanan.
Maka dari itu mereka biasanya belanja kemalaysia untuk kebutuhan sehari-hari. Bahkan menurut penuturan teman saya yang orang badau itu orang badau banyak yang mencari nafkah ke Malaysia. Bahwa orang badau ini pergi pagi kemalaysia dan pulang sore.
Wallahu'alam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H