Lihat ke Halaman Asli

Sintya Resti Yulita

Sintya Resti Yulita, Lahir di Trenggalek 19 Juli 2001- Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Cerpen: Luka

Diperbarui: 10 November 2023   07:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di suatu malam Zora terbangun karena ada sebuah sinar yang sangat terang menembus jendela kamarnya, yang tidak tertutup oleh gorden. Entah sejak kapan gorden itu terbuka. Kemudian tiba-tiba suara dentuman terdengan dari luar. Zora menutup telinganya kuat-kuat, enggan untuk mendengar apapun. Puing-puing rumahnya mulai berjatuhan. Ia perlahan berjalan menuju ke luar rumah dengan wajah tekut dan terkejut melihat bangunan- bangunan hancur di sekitar rumanya. Ia keluar dengan menutupkan kedua tangannya di atas kepala. Desanya kini dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. Pada malam itu ia kebetulan hanya seorang diri di dalam rumah, ibu dan ayahnya sedang berda di luar. Kejadian ini memakan banyak sekali korban. Termasuk ayah dan ibunya.Untung saja Zora masih dalam keadaan yang tidak begitu parah. Beberapa menit kemudian, datang sekelompok orang dengan senjata ditangannya. Merekalah yang sudah merampas rumah ternyaman beserta orang-orang yang dicintainya dengan sangat kejam.

Air mata Zora membasahi pipinya becampur dengan debu bekas reruntuhan rumahnya. Ia kemudian duduk terdiam di depan rumahnya yang sudah rata dengan tanah. Ia merasakan kehilangan yang mendalam. Beban yang di rasakan begitu berat. Kejahatan kemanusiaan yang terjadi malam itu tidak bisa dilupakkannya begitu saja. Kemudian terlintas dibenaknya, ia ingin mengembalikan keadaan desanya seperti dulu lagi. Meskipun dirinya masih dihantui oleh rasa ketakutan dan tapi dia berusaha untuk melawan rasa takut itu. Ia percaya bahwa dengan tekat yang kuat, apa yang di inginkan akan terwujud. Kemudian muncul beberapa orang dari arah belakang. Mereka mendekati Zora dan memberikan sebotol air minum. Mendengar harapan Zora, mereka bersedia mengulurkan tangannya untuk membantu Zora memulihkan desanya. 

Setelah sekian lama melewati hari penuh luka, Zora dan timnya mulai memikirkan lokasi yang tepat untuk didirikannya tempat sederhana untuk sementara waktu yang dapat digunakan untuk orang-orang yang telah kehilangan rumahnya. Ia juga membuat sebuah bangunan untuk bermain anak-anak. Meskipun pikirannya masih bisa dikatakan kacau, akan tetapi Zora tetap gigih dan semangat dalam membangun kedamaian di desanya. Dia menjadi sosok yang pemberani. Perjalanan dalam mencapai apa yang diinginkan Zora tidak berjalan mudah. Dia berusaha mencari bantuan kesana kemari agar orang-orang tidak kekurangan bahan makanan. 

Upaya yang dilakukan Zora perlahan mulai kelihatan. Anak-anak mulai bisa tersenyum kembali, orang-orang juga sudah mulai mau beraktivitas seperti biasanya. Mereka berusaha mengikhlaskan yang telah hilang. Zora dan timnya merasa bahwa perjuangan mereka tidak berakhir sia-sia. Di bawah luka yang menghampiri dan rasa takut yang selalu mengahntuinya ada semangat dan keberanian yang luar biasa. Meskipun rasa takut dan trauma yang di alami belum sepenuhnya terobati, tapi itu bukan hal yang menghalanginya untuk tetap semangat dan berjuang demi keadaan yang lebih baik.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline