Lihat ke Halaman Asli

Penghukuman Publik (Politik) Sangat Kejam

Diperbarui: 18 Juni 2015   03:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perbuatan benar/baik atau perbuatan salah/buruk pasti berbuah ganjaran: penghargaan atau hukuman. Ganjaran bisa datangnya dari pengadilan, dari Yang Maha Kuasa, dari pers, atau dari masyarakat.

Yang hendak saya bahas di sini adalah perbuatan salah/buruk oleh aktor-aktor di politik yang pasti mendapat gajaran (hukuman) dari masyarakat (publik).

Penghukuman Publik Di Pileg

Sejak Indonesia melaksanakan pemilu dengan sistem banyak partai, kita sudah menyaksikan adanya partai yang lengser dari pentas pemilu karena tidak memenuhi syarat, yakni partai politik harus memiliki sebanyak 2% (dua per seratus) dari jumlah kursi DPR atau memiliki sekurang-kurangnya 3% (tiga per seratus) jumlah kursi DPRD I atau DPRD II yang tersebar sekurang-kurangnya di ½ (setengah) jumlah propinsi dan di ½ (setengah) jumlah Kabupaten/Kotamadya seluruh Indonesia berdasarkan hasil Pemilihan Umum.

Pada pileg 2009 terdapat 38 partai politik (nasional) peserta pemilu, tetapi pada pileg 2014, dari 38 parpol itu hanya 11 parpol yang memenuhi syarat untuk ikut pemilu. Pada pileg 2014 ada 12 parpol peserta pemilu, dan dari hasil pileg kemarin ada kemungkinan 2 partai (PBB dan PKPI) yang akan lengser dan tidak bisa ikut pada pileg 2019 karena jumlah pemilihnya tidak signifikan.

Mengapa sebuah parpol peserta pemilu yang pernah berhasil menempatkan wakilnya di DPR lalu kemudian lengser dari pemilu? Itu adalah karena penghukuman masyarakat, yang disebabkan adanya kesalahan orang-orang partai itu atau karena orang-orang partai itu tidak menunjukkan prestasi yang patut diapresiasi masyarakat.

Pada pileg 2009, pemenang adalah Partai Demokrat dengan perolehan suara 20,85%. Tetapi dalam pileg 2014, Demokrat terjun bebas hanya meraih suara sekitar 10%. Kok bisa terjadi? Partai Demokrat dihukum publik karena banyaknya elit partai itu tersangkut kasus korupsi. Hukuman dari rakyat juga diterima PKS karena kesalahan para petinggi-petingginya yang terlibat korupsi. Sewaktu pileg 2009, PKS meraih suara 7,88% dan di pileg 2014 PKS hanya mampu meraih suara 6,79%.  Padahal sebelumnya PKS memasang  target “putihkan Indonesia” dengan menjadi tiga besar pemenang pemilu.

Penghukuman Publik di Pilpres

Pilpres 2014 hanya diikuti 2 pasangan calon, lantas 12 parpol pun terbelah menjadi dua kelompok, yang satu mendukung Prabowo-Hatta dan satunya mendukung Jokowi-JK. Dari jumlah partai (7 partai) dan besarnya suara pemilih untuk partai pendukung (62%), sebenarnya Prabowo-Hatta memiliki keunggulan dibanding Jokowi-JK.

Tetapi di pilpres, setidaknya menurut 7 lembaga survey yang kredibel dan KPU, Jokowi-JK mengungguli  Prabowo-Hatta.  Menurut KPU, Jokowi-JK meraih 70.997.833 suara atau 53,15% dan Prabowo-Hatta meraih 62.576.444 suara atau 46,85%.

Mengapa Prabowo-Hatta tidak meraih 62%? Mengapa orang-orang yang golput di pileg dan ikut memilih di pilpres dan memilih Jokowi-JK? Mengapa mayoritas swing voters memilih Jokowi-JK? Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan ini memang bisa lebar, dan sudah banyak analisis tentang itu. Tetapi menurut saya, satu hal adalah disebabkan sebagian rakyat menunjukkan kuasanya "menghukum" orang-orang  dan partai politik yang mendukung Prabowo-Hatta (yang melakukan kesalahan), termasuk ada yang menghukum Prabowo karena berbagai isu negatif mengenai dirinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline