Orang Batak itu suka bicara keras, blak-blakan, to the point. Orang Batak tak pandai menyimpan perasaan, kalau suka bilang suka, kalau benci bilang benci. Tetapi orang Batak memiliki falsafah: "si boru puas si bakkara, di si puas, di si soada mara" (artinya: kalau orang Batak sudah meluapkan isi hatinya atau kemarahannya, maka hatinya pun plong, tak ada lagi marah, dan tidak ada sakit hati yang terpendam).
Tetapi orang Batak juga memiliki karakter "pendekar keadilan", tidak mau begitu saja menerima hukuman yang tidak adil. Demi keadilan, orang Batak sering berjuang habis-habisan, sampai "mapukpuk" (mampus, habis semua). Ini barangkali yang membuat orang Batak banyak terjun di profesi Advokat.
Satu lagi, orang Batak juga memiliki sifat sebagai "guru", suka mengajar (dan menghajar). "Guru Batak" terkenal tegas, bahkan kadang keras pada anak muridnya, demi kebaikan muridnya itu. Kalau anda menyelidiki sekolah-sekolah negeri di Jakarta, hampir di semua sekolah ada guru orang Batak. Kalau Anda tau lembaga pendidikan yang namanya "bimbingan belajar", hampir semua bimbingan belajar besar yang ada di Jakarta didominasi guru-guru orang Batak. Entah kenapa, banyak siswa yang suka diajari guru yang beretnis Batak. Katanya, guru Batak itu sangat jelas mengajar, suaranya lantang, jadi yang diajarkan mudah dimengerti.
Tidak ada Batak di Kabinet Jokowi
Beberapa hari ini, orang-orang Batak banyak berkicau dan menulis di media sosial dan media elektronik soal tidak adanya satu orang pun menteri Batak dalam Kabinet Kerja yang dipimpin Presiden Jokowi. Puluhan penerbitan pers di Sumatera Utara beberapa hari ini mengangkat masalah ini dalam headline news. Di lapo-lapo, arisan, pesta orang Batak, masalah ini sering jadi bahan perbincangan.
Sepanjang sejarah kabinet di Indonesia, sejak Indonesia merdeka, inilah pertama kali tidak ada orang Batak di kabinet (kecuali di awal kemerdekaan yang sering ganti kabinet per tahun). Tentu tidak kebetulan orang Batak selalu ada di kabinet, karena untuk menjadi menteri harus memiliki kualifikasi: berpendidikan dan memiliki kemampuan, di samping embel-embel yang lain tentunya. Selalu hadirnya orang Batak di Kabinet, bahkan pernah beberapa kali di awal kemerdekaan Indonesia orang Batak menduduki jabatan Perdana Menteri (ingat: Amir Syarifuddin Harahap dan Burhanuddin Harahap) adalah karena sejak dulu orang Batak sudah maju dalam hal pendidikan. Dan satu hal, salah satu yang patut diapresiasi dari masyarakat Batak adalah consern-nya terhadap masalah pendidikan -- biar miskin orang Batak, tetapi anak-anaknya harus diupayakan sekolah, sekolah sampai setinggi-tingginya.
Lantas agak aneh kalau ada pendapat yang mengatakan, tidak adanya menteri dari orang Batak sekarang ini adalah disebabkan SDM orang Batak kurang berkualitas, kalah bersaing dari orang-orang etnis lainnya. Aalah... tak masuk akal itu.
Memang tak elok juga menuntut Presiden supaya mempertimbangkan suku dalam memilih menteri. Tidak tepat, sebab kursi menteri hanya 34, sementara ada ratusan suku di Indonesia, dan sudah pasti dari setiap suku ada yang memenuhi syarat jadi menteri. Karena itulah dalam beberapa hari ini, ketika ada orang Batak mengungkapkan kekecewaannya soal kabinet ini yang disertai alasan-alasan yang masuk di akal, langsung banyak yang kontra: "hare gene masih bicara soal kesukuan?"
Tetapi bagaimana ya, wajar saja sebetulnya kalau orang Batak berharap ada menteri dari suku Batak. Selain karena ada alasannya, juga bukan hanya orang Batak sebenarnya yang begitu. Meminjam istilah Birgaldo Sinaga, yang menulis kemarin di Kompasiana ini, diseluruh dunia emotional touching pasti terjadi. Ini sifat lazim dari human beeing itu, bahwa asal usul pasti mempengaruhi dalam memberi penilaian. Ini sifat umum.
Kecewanya Batak Bukan Pada Presiden, tetapi Pada PDIP
Banyak anggota masyarakat yang merasa cukup puas dengan cara pemilihan menteri oleh Jokowi, juga terhadap orang-orang yang dipilih. Saya pun (yang orang Batak) termasuk dalam kelompok ini. Oleh sebab itu, saya juga mengajak teman-teman Batak supaya tetap mendukung pemerintahan Jokowi-JK, biarpun tanpa ada Batak jadi Menteri. Yang utama adalah Jokowi-JK dan menteri-menteri kerja, kerja, kerja, dan kerja keras untuk mewujudkan amanat konstitusi dan kehendak rakyat Indonesia.