Sejak program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diberlakukan per 1 Januari 2014 masih banyak terdapat keluhan dari peserta JKN terhadap pelaksanaan program tersebut. Dari peserta keluhan berupa belum semuanya pasien menjadi peserta JKN, hal ini dapat disebabkan masih kurangnya sosialisasi yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun oleh pihak penyelenggara BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) kepada masyarakat bagaimana manfaat kepesertaan dan ada sebagian yang menganggap pengurusan menjadi peserta merupakan hal yang rumit. Juga masih ada fakir miskin, gelandangan, pengemis, anak terlantar yang tidak masuk dalam data peserta JKN. Masih banyak dari mereka yang belum mengetahui tentang PBI (Penerima Bantuan Iuran) sehingga mereka tidak perlu membayar iuran tiap bulannya.
Fasilitas Kesehatan (Faskes) sendiri sering mendapat keluhan dari pasien, misalnya ada yang memberi masukan bahwa pelayanan pendaftaran JKN belum optimal. Di Rumah Sakit Umum Daerah ada antrian panjang pasien tampak di loket pendaftaran disebabkan karena peningkatan jumlah pasien, yang lebih lanjut disebabkan karena proses rujukan berjenjang tidak dilakukan. Sebelum ke RS pasien harusnya terlebih dahulu datang ke Faskes Pertama (Puskesmas, poliklinik, dokter praktek). Jika tidak ada kemajuan baru dirujuk ke Faskes Kedua (RS rujukan). Apabila alur prosedur ini dipatuhi oleh peserta JKN maka RS rujukan tidak akan terlalu dipadati oleh pasien-pasien. Saat ini banyak pasien yang tidak gawat darurat langsung datang ke rumah sakit, padahal bisa ditangani di Faskes Pertama. Ini di sebabkan kurangnya sosialisasi terhadap masyarakat bahwa ada prosedur pelayanan kesehatan BPJS, yaitu prosedur jenjang rujukan pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai tempat rujukan juga memiliki keterbatasan sumber daya manusia seperti petugas pendaftaran. Aplikasi yang ada juga belum optimal. Keterbatasan tenaga kesehatan juga menjadi masalah. Sikap petugas dalam memberikan pelayanan dianggap kurang. RS juga dianggap membatasi pelayanan termasuk pemberian obat untuk pasien kronis seperti kanker, thalasemia, hemofilia. Hal ini juga disebabkan kurangnya informasi bahwa hal tersebut bukan disebabkan oleh Rumah sakit tetapi oleh peraturan yang ditetapkan BPJS.
Oleh karena itu semua keluhan dan permasalahan yang ada diupayakan untuk melakukan monitoring dan evaluasi, sosialisasi terus menerus baik terhadap instansi (Faskes) maupun peserta. Melakukan pemantauan dan masukan untuk perbaikan. Melakukan pertemuan rutin Faskes (RS) dengan pihak BPJS sebagai penyelenggara untuk membahas keluhan atau masukan dari peserta. Diharapkan kedepannya permasalahan yang ada dapat diselesaikan dengan baik. Sistem aplikasi yang optimal (web service) juga dapat segera diterapkan sehingga tidak lagi manual yang menyebabkan antrian panjang di loket pendaftaran. Tenaga petugas pendaftaran juga dapat diminimalisir sehingga dapat menghemat tenaga sumber daya di Rumah Sakit. Petugas dapat lebih baik dalam memberikan pelayanan.
Dengan adanya pengetahuan dan pemahaman dari semua pihak (termasuk pasien) tentang prosedur ini diharapkan dapat tercipta proses berobat yang teratur, nyaman dan dengan antrian yang dapat terkendali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H