Lihat ke Halaman Asli

Pergilah untuk Mimpimu

Diperbarui: 21 Maret 2017   06:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam yang sunyi, kuhempaskan tubuhku ke atas kasur kesayanganku. Rasanya lelah sekali hari ini harus menyelesaikan tugas yang bukan milikku. Tapi rasanya aku tak tega jika melihat sahabat terbaikku mendapatkan kesulitan, apalagi setelah tadi ia dimarahi oleh guru karena tugasnya belum selesai. Entah apa yang terjadi, ia tidak mau memberi tahukan alasan mengapa tidak biasanya tugasnya belum selesai. Aku dan Rana pun juga masih tak diberitahunya meskipun kami telah membantunya menyelesaikan tugasnya sampai malam begini.

“Tumben baru pulang selarut ini. Apa sih tugasmu?” tanya kakakku yang tiba-tiba masuk ke kamarku.

“Tugasnya Indi, kak. Padahal itu tugasnya 3 hari yang lalu dan tidak terlalu sulit, hanya disuruh buat makalah tentang futsal saja. Bahkan dia sama sekali belum mengerjakannya. Entah apa yang terjadi dia tidak mau bercerita,” jelasku panjang lebar. Aku memang selalu nyaman jika meluapkan isi hatiku pada kakak perempuanku satu-satunya itu.

“Mungkin memang ada sesuatu. Tunggulah sampai dia mau berbicara pada kalian! Tidurlah!” ucap kakakku.

“Yaa,” balasku lelah.

“Kalian” kakakku akan langsung menyebutkan kata itu jika aku berbicara tentang Rana ataupun Indi. Kalian yang dimaksud kalimat tadi adalah aku dan Rana. Bukan hanya kakakku saja tetapi ibu dan ayah kami bertiga tahu tentang kedekatan kami selama dua tahun di SMP ini. Aku masih memikirkan Indi tapi kantukku tak bisa kutahan dan memaksaku untuk segera tidur. Aku pun terlelap.

“WOOAAA!!!” aku berteriak kaget dan spontan terbangun dari tidurku. Untung tak ada yang mendengar teriakanku. Aku mimpi buruk malam ini. Dalam mimpi itu, Indi membicarakan kejelekanku dan Rana dibelakang kami. Entah pertanda apa ini tapi aku sama sekali tak peduli apa itu. Kulirik jam masih menunjuk pukul 2 malam. Kuputuskan untuk sholat malam untuk menenangkan pikiranku.

Esok paginya, tiba-tiba Indi menghampiri aku dan Rana yang sudah datang lebih dulu. Ia datang seperti biasa, dengan senyum cerahnya, membuat aku dan Rana tak kuasa menanyakan apa yang terjadi padanya kemarin. Ya, mungkin saja kemarin dia sedang malas. Kira-kira begitu apa yang aku dan Rana pikirkan.

“Rana! Trisa!” ujarnya lalu memeluk kami berdua.

“Lepas! Apa kamu tidak tahu, hari ini sangat panas dan ruangan kelas ini sudah mulai pengap dengan kedatangan teman yang lain.” Rana memaksa melepaskan pelukan Indi.

“Iya iya! Eh, nanti pulang sekolah jalan-jalan, yuk. Aku tahu tempat makan terbaru di sini!” kata Indi tiba-tiba.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline