Lihat ke Halaman Asli

sinta suryani

mahasiswa

Mengungkap Korupsi Dana Hibah

Diperbarui: 9 Juli 2021   00:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Anggaran dana hibah dalam APBD sejatinya untuk menunjang capaian program pemerintah daerah yang pelaksanaannya diatur oleh Permendagri No. 14 tahun 2016. Sayangnya, peruntukan dana ini sering disalahgunakan dengan berbagai modus. Penyalahgunaan dana hibah seperti kasus di DKI Jakarta, juga terjadi di daerah lain. Bahkan, tidak sedikit pejabat daerah yang menjadi pesakitan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian, maupun Kejaksaan karena kasus dana hibah tersebut. Padahal, sejatinya dana hibah ditujukan untuk menunjang capaian program dan kegiatan pemerintah daerah. Sayangnya, pada praktiknya sering menjadi bahan incaran dengan beragam modus, seperti mark up anggaran, pembentukan lembaga fiktif, hingga untuk keperluan kampanye Pilkada.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengamanatkan dengan tegas bahwa selain berkewajiban mengalokasikan dana perimbangan, Pemerintah dapat memberikan pinjaman dan/atau hibah kepada Pemerintah Daerah atau sebaliknya. Pengalokasian dana perimbangan dan pemberian pinjaman dan/atau hibah ini dilaksanakan dalam kerangka hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah diatur bahwa dalam rangka penyelenggaraan asas desentralisasi dan untuk mendanai pelaksanaan otonomi Daerah, Pemerintah memberikan sumber-sumber penerimaan kepada Pemerintah Daerah, yang antara lain terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Pinjaman Daerah sebagai salah satu sumber pembiayaan. Selain itu, Pemerintah Daerah diberikan juga peluang untuk memperoleh pendapatan lainnya, yaitu pendapatan hibah sebagai lain-lain pendapatan.

Sebagai bentuk pencegahan, tahun 2014, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah memberikan peringatan agar pengelolaan dana hibah dan bansos mengacu pada regulasi dan berpegang teguh pada asas keadilan, kepatuhan, rasionalitas, dan manfaat yang luas bagi masyarakat, sehingga jauh dari kepentingan pribadi serta kepentingan politik dari unsur kepala daerah. Saat itu, KPK meminta kepada para kepala daerah agar pengelolaan dana hibah dan bansos mengacu pada Permendagri 32/2011 (sekarang direvisi menjadi Permendagri Nomor 14 Tahun 2016). Selain itu, KPK juga meminta agar aparat pengawasan internal pemerintah daerah dapat berperan secara optimal dalam mengawasi pengelolaan dan pemberian dana hibah dan bansos tersebut.

Terkait pengelolaan dana hibah dan bansos tersebut penting untuk dijadikan bahan evaluasi oleh pemerintah daerah, sehingga potensi penyalahgunaan dana hibah dan bansos dapat dihindari. Dalam Hal ini Presiden Jokowi memprioritaskan upaya membangun transparansi dalam penyaluran dan penggunaan dana hibah dan bantuan sosial ini. Presiden Jokowi menyadari betul bahwa dua anggaran ini menjadi salah satu area yang rawan tindakan koruptif. Pengelolaan dana hibah yang transparan menjadi salah satu solusi meminimalisir penyalahgunaan dana hibah ini, sehingga penyalurannya tepat sasaran dan terhindari dari lembaga fiktif. Sudah saatnya pemerintah daerah berpikir strategis agar dana hibah benar-benar menjadi penunjang pencapaian sasaran program dan kegiatan pemerintah daerah sesuai urgensi dan kepentingan daerahnya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline