Lihat ke Halaman Asli

aldi Saputra

mahasiswa

Pemikiran Harun Nasution dan Hassan Hanafi

Diperbarui: 21 Desember 2024   13:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

A.Pemikiran Harun Nasution tentang teologi Islam bercorak rasional

Bagi Harun Nasution persoalan akal dan wahyu sangat dibutuhkan dalam membahas dan memahami tentang teologi Islam. Dalam Islam, akal dan wahyu menjalin hubungan persaudaraan. Dalam persaudaraan itu, akal menjadi tulang punggung agama yang terkuat, dan wahyu sendiri yang utama. Harun Nasution mengatakan bahwa wahyu yang bersumber dari Tuhan ditujukan kepada umat manusia untuk menjadi pedoman dan pegangan hidup, kemudian akal yang yang ada dalam diri manusia berusaha keras untuk sampai kepada Tuhan.Tema Islam agama rasional dan dinamis sangat kuat bergema dalam tulisan-tulisan Harun Nasution, terutama dalam buku Akal dan Wahyu dalam Islam, Teologi Islam: Aliran-aliran, Sejarah, Analisa Perbandingan, dan Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Muhammad Abduh.Dalam ajaran Islam, akal mempunyai kedudukan tinggi dan banyak dipakai, bukan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan saja, tetapi juga dalam perkembangan ajaran-ajaran keagamaan Islam sendiri. Pemakaian akal dalam Islam diperintahkan Al-Quran sendiri. Bukanlah tidak ada dasarnnya kalau ada penulis-penulis, baik di kalangan Islam sendiri maupun di kalangan non-Islam, yang berpendapat bahwa Islam adalah agama rasional.

B.Teologi Islam dalam pandangan Hassan Hanafi

mengedepankan penggunaan rasio untuk membangun pengetahuan keagamaan dan menegakkan keadilan. Dan dengan rasio aktif lah manusia mampu melahap ilmu-ilmu dan pengetahuan. Rasio aktif adalah rasio yang menentukan nasib dan kapabilitas manusia. Bagi Hassan Hanafi, wahyu merupakan sumber pengetahuan bagi kaum muslimin. Dalam pandangannya, wahyu adalah kebenaran yang diberikan terlebih dahulu untuk memberikan kesatuan pemahaman. Wahyu bahwasanya ditujukan untuk semua umat manusia tanpa memandang perbedaan tingkat pendidikan dan kemampuan dalam pemahaman. Maka dari itu Hassan Hanafi memiliki keinginan mentransformasikan wahyu menjadi suatu ideologi, untuk dapat membebaskan seluruh umat manusia terutama kaum Muslimin dari semua kungkungan eksternal yang berasal dari alam atau pribadi. Hassan Hanafi sangat menjunjung tinggi kebebasan manusia, namun dalam kebebasan manusia tersebut, terdapat tuntutan untuk bertanggung jawab atas kebebasan perbuatannya.Hanafi ingin meletakkan teologi islam dalam tradisional pada tempat yang sebenarnya, yakni bukan pada ilmu ketuhanan yang suci, yang tidak boleh dipersoalkan lagi dan harus diterima begitu saja secara taken for granted. Ia adalah ilmu kemanusiaan yang tetap terbuka untuk diadakan verifikasi dan falsifikasi, baik secara historis maupun eidetis.Secara praxis, Hanafi juga menunjukkan bahwa teologi tradisional tidak dapat menjadi sebuah "pandangan yang benar-benar hidup" dan memberi motivasi tindakan dalam kehidupan konkret umat manusia. Secara praxis, teologi tradisional gagal menjadi semacam ideology yang sungguh-sungguh! fungsional bagi kehidupan nyata masyarakat muslim. Kegagalan para teolog tradisional disebabkan oleh sikap para penyusun teologi yang tidak mengaitkannya dengan kesadaran murni dan nilai-nilai perbuatan manusia. Akibatnya, muncul keterpecahan antara keimanan teoritik dengan amal praktisnya dikalangan umat. Ia menyatakan, baik secara individual maupun sosial, umat ini dilanda keterceraiberaian dan terkoyak-koyak.Melihat sisi-sisi kelemahan tradisional, Hanafi lalu mengajukan saran rekonstruksi teologi. Menurutnya, adalah mungkin untuk memfungsikan teologim menjadi ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi masa kini, yaitu dengan melakukan rekonstruksi dan revisi, serta membangun kembali epistemology lama yang rancu dan palsu menuju epistemology yang baru yang sahih dan lebih signifikan. Tujuan rekonstruksi teologi Hanafi adalah menjadikan teologi tidak sekedar dogma-dogma keagamaan yang kosong, melainkan menjelma sebagai ilmu tentang pejuang sosial; yang menjadikan keimanankeimanan tradisional memiliki fungsi secara actual sebagai landasan etik dan motivasi manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline