Lihat ke Halaman Asli

Sinta Melinda

MAHASISWI UNIVERSITAS MERCU BUANA | NIM 43223010015 - PRODI S1 AKUNTANSI

Menjadi Sarjana dan Menciptakan Etika Kebahagiaan Menurut Aristoteles

Diperbarui: 25 Oktober 2024   07:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri Prof apollo

Menjadi sarjana adalah salah satu tujuan hidup yang banyak diidamkan oleh individu yang mencari pengetahuan dan pemahaman lebih dalam tentang dunia di sekitar mereka. Namun, lebih dari sekadar pencapaian akademis, menjadi sarjana berarti menjadi pribadi yang mampu merenung dan mengevaluasi secara kritis konsep-konsep moral, etika, dan kebahagiaan. Dalam konteks ini, pemikiran filsuf Yunani Kuno, Aristotle, menawarkan panduan yang relevan melalui konsep eudaimonia, atau yang sering diterjemahkan sebagai "kebahagiaan" atau "kehidupan yang baik."

Menjadi sarjana bukan hanya tentang mengumpulkan fakta dan angka, tetapi lebih pada kemampuan untuk mengolah informasi tersebut menjadi kebijaksanaan. Seorang sarjana diharapkan dapat memahami secara menyeluruh prinsip-prinsip moral dan etika serta mampu menerapkannya dalam kehidupan nyata. Dalam hal ini, salah satu fondasi penting dalam berpikir kritis dan etis berasal dari pemikiran Aristotle, yang menekankan hubungan antara kebajikan dan kebahagiaan.

Aristotle percaya bahwa kebahagiaan sejati hanya dapat dicapai dengan mengembangkan kebajikan, yaitu kualitas moral yang memandu tindakan manusia ke arah yang baik. Kebajikan ini mencakup aspek seperti keadilan, keberanian, dan kebijaksanaan, yang menjadi landasan moral bagi setiap individu.

 

Etika Kebahagiaan Menurut Aristotle

Dalam karyanya yang berjudul Nicomachean Ethics, Aristotle memperkenalkan konsep eudaimonia, yang sering diterjemahkan sebagai "kebahagiaan" atau "kehidupan yang baik." Namun, eudaimonia bagi Aristotle tidak hanya mengacu pada kesenangan atau kebahagiaan sementara, melainkan kondisi di mana seseorang menjalani hidup yang berkesinambungan sesuai dengan kebajikan dan akal budi.

Aristotle berpendapat bahwa tujuan tertinggi kehidupan manusia adalah mencapai kebahagiaan ini, yang hanya bisa diraih melalui tindakan yang didasarkan pada kebajikan. Menurutnya, kebahagiaan bukanlah kondisi pasif, tetapi hasil dari kehidupan yang penuh dengan aktivitas yang selaras dengan kebajikan. Untuk mencapai kebahagiaan, seseorang harus hidup dengan cara yang baik, yang ditandai dengan pengendalian diri, penggunaan akal yang baik, dan tindakan yang sesuai dengan moralitas.

Aristotle juga membedakan antara kebahagiaan yang berasal dari kesenangan fisik dengan kebahagiaan yang lebih tinggi, yang diperoleh melalui pengembangan intelektual dan moral. Bagi seorang sarjana, kebahagiaan sejati ditemukan dalam pencarian dan pengembangan kebijaksanaan, yang pada gilirannya membimbing individu menuju kehidupan yang penuh makna.

Peran Sarjana dalam Menciptakan Kebahagiaan dan Kebajikan

Sebagai sarjana, seseorang memiliki tanggung jawab untuk menggunakan pengetahuannya demi kebaikan yang lebih besar. Ini melibatkan penerapan kebajikan dalam berbagai aspek kehidupan, baik secara pribadi maupun dalam konteks sosial. Kebahagiaan menurut Aristotle, bukanlah sesuatu yang bisa diraih sendiri, melainkan harus dibagikan dan diwujudkan dalam hubungan dengan orang lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline