Lihat ke Halaman Asli

Program Makan Siang Gratis: Manfaatkan Dana Zakat?

Diperbarui: 19 Januari 2025   15:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Bisakah dana zakat menjadi solusi untuk program nasional seperti makan siang gratis? Ataukah ini berpotensi menimbulkan konflik prioritas dalam alokasi dana umat?

            Zakat adalah kegiatan wajib untuk semua umat islam serta salah satu elemen dalam sumber pendapatan nasional dan distribusinya ditunjukkan kepada delapan asnaf yakni, fakir, miskin, pengurus zakat, mualaf, budak, orang-orang berutang, fisabilillah, dan ibnu sabil. Baru-baru ini, sebuah pernyataan seorang pejabat  mengundang perhatian publik dengan mengusulkan masyarakat menyumbangkan dana zakat untuk mendukung program makan siang gratis. Program makan siang gatis ialah program unggulan presiden Prabowo saat melakukan kampanye sebagai calon presiden 2024. Program ini diinisiasikan untuk meningkatkan kualitas gizi anak Indonesia. Meskipun tujuan program mkaan siang gratis terkesan mulia dan bermanfaat bagi anak-anak sekolah, namun penggunaan zakat untuk program makan siang gratis memicu sejumlah pertanyaan. Apakah ini langkah etis dan efektif?

            Sangat penting untuk dicatat bahwa zakat dalam Islam bertujuan untuk membantu delapan golongan penerima. Untuk memiliki efek langsung pada pengurangan kemiskinan secara berkelanjutan, pengelolaan dana zakat diatur seketat mungkin. Oleh karena itu, dana zakat harus dialokasikan secara tepat sasaran dan sesuai aturan, dan tidak harus dialokasikan untuk program yang tidak spesifik untuk asnaf. Aturan pengalokasian dana zakat kepada delapan asnaf dijelaskan dalam Al-Qur'an surah at-Taubah (9):60 yakni, "Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah."

            Selain mengacu pada delapan asnaf yang disebutkan dalam surah at-Taubah ayat 60, lembaga resmi seperti BAZNAS juga bertanggung jawab atas pengelolaan zakat. Zakat maal dilarang digunakan untuk kepentingan politik atau partai politik. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa zakat benar-benar digunakan untuk kebutuhan masyarakat dengan cara yang sesuai dengan syariat. Apakah, hal ini juga berlaku untuk zakat fitrah? Prinsip yang sama seharusnya berlaku untuk zakat fitrah juga, yaitu tidak boleh digunakan untuk tujuan politik karena tujuan utamanya adalah membersihkan diri dan membantu orang miskin, terutama saat Idulfitri.

            Selain itu, penggunaan zakat untuk program makan siang gratis juga perlu dikaji dari perspektif teologis. Ulama mengatakan, sesuai dengan delapan asnaf yang disebutkan dalam Al-Qur'an surah at-Taubah ayat 60, fakir dan miskin memiliki prioritas utama dalam hal pembagian zakat. Zakat tidak dialokasikan untuk kebutuhan umum yang dapat dibiayai oleh pemerintah. Sebagai contoh, panduan praktis zakat dari Kementerian Agama Jawa Timur menyatakan bahwa zakat harus diberikan kepada fakir miskin yang memiliki hutang dan kepada para amil yang berhak menerimanya. Dengan demikian, alokasi zakat harus memprioritaskan fakir miskin dan tidak digunakan untuk kebutuhan umum yang dapat dibiayai oleh pemerintah.

            Organisasi zakat atau lembaga zakat sering menghadapi tantangan dalam pendistribusian dan pengelolaan dana secara efisien seperti pendayagunaan, penyaluran, pendistribusian, administrasi, pengawasan, dan evaluasi, di mana sumber daya manusia sangat penting. Dilihat dari perspektif klasik, manajemen pengelolaan zakat dilakukan oleh lembaga organisasinya hanya bersifat konsumtif (konsumtif), dan terkesan tidak efisien (inefesiensi) dalam pengelolaannya, sehingga dianggap memiliki dampak sosial yang kurang. Zakat sendiri dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

            Dilihat dari usulan pejabat agar dana zakat disumbangkan untuk program makan siang gratis maka dianggap masalah baru dalam distribusi dana zakat. Hal ini timbul pula pertanyaan, apakah usulan dana zakat untuk membiayai program makan siang gratis ini tidak diilhami dengan baik yang bahwasanya harus sesuai delapan asnaf. Sedangkan jika dana zakat disumbangkan untuk program makan siang gratis, maka tidak sesuai dengan delapan golongan penerima zakat.

Sebelum mempertimbangkan dana zakat untuk program makan siang gratis, perlu ditinjau apakah program ini sudah memiliki perencanaan anggaran yang matang. Pemerintah harus memastikan bahwa program ini bersifat merata dan menjangkau seluruh anak Indonesia yang benar-benar membutuhkan, bukan hanya kelompok tertentu.

            Selain itu, salah satu tantangan utama dalam pengelolaan dana zakat ialah kurangnya transparansi dan pemanfaatan teknologi. Contoh kecilnya saja di perkampungan atau pedesaan, masyrakat cenderung membayar zakat langsung kepada orang kepercayaan seperti imam masjid. Sayangnya, dalam beberapa kasus, alokasi dana ini kurang transparan dan kerap kali tidak tepat sasaran sehingga melenceng dari tujuan zakat yakni, untuk mengurangi kemiskinan. Di sisi lain lembaga zakat Indonesia belum mekasimalkan sistem digital untuk memastikan dana tersalurkan dengan baik. Dibandingkan dengan penyaluran dana zakat di Malaysia, jelas bahwa negara kita tertinggal. Sistem zakat di Malaysia telah terintegrasi dengan teknologi sehingga distribusinya lebih tepat sasaran dan diawasi secara ketat.sudah sepatutnya Indonesia lebih memperhatikan hal ini.

            Anak-anak penerima makan siang gratis memiliki latar belakang yang beragam, kondisi ekonomi menengah bawah hingga menengah atas. Jika anak-anak dari latar belakang menengah atas, ini melanggar prinsip distribusi zakat yang harus diprioritaskan untuk fakir miskin. Alih-alih untuk mendanai program makan siang gratis, ada baiknya dana zakat yang ada dialokasikan lebih bijak dan sesuai ketentuan delapan asnaf, serta berfokus kepada bantuan yang bersifat produktif, di mana masyarakat dapat meningkatkan taraf hidupnya dan memperbaiki perekonomiannya melalui bantuan bersifat produktif dari lembaga zakat. Zakat memiliki dampak perekonomian, yaitu: Pertama, zakat dapat memenuhi kebutuhan orang-orang yang miskin; kedua, zakat dapat mengurangi disparitas ekonomi; dan ketiga, zakat dapat mengurangi masalah sosial seperti pelacuran, gelandangan, pengemis, dan masalah lainnya. Keempat, zakat membantu sektor usaha berkembang dengan mengurangi konsumsi masyarakat.

            Di sisi lain program makan siang gratis ini semestinya memiliki ketetapan anggaran khusus untuk mendanai yang bersifat tidak memutus hak-hak lain. Karena bagaimana pun juga tujuan awalnya untuk memberikan manfaat kepada anak-anak sekolah. Jika dana yang digunakan memutus hak-hak lain, dalam kasus ini ialah dana zakat, maka perlu diperhatikan tanggung jawab pemerintah dalam menetapkan program makan siang gratis. Dilihat dari usulan pejabat tersebut, perlu dipertanyakan apakah program makan siang gratis ini mulai atau memang memberatkan anggaran sehingga perlu ada sumbangan dari masyarakat? Bukankah pemerintah yang mencetuskan program makan siang gratis ini mengatakan bahwa akan memanfaatkan APBN? Dan perlu diketahui dana zakat tidak termasuk ke dalam kas negara sebagai APBN. Tentunya dalam hal ini diperlukan perhatian lembaga pengelola zakat yang harus bijak dan tegas dalam menyikapinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline