Lihat ke Halaman Asli

Pandangan Hukum Islam Terkait Penerapan Diversi dalam Penyelesaian Tindak Pidana Anak

Diperbarui: 14 April 2023   20:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Anak merupakan karunia serta amanah yang telah diberikan oleh Allah SWT. dalam diri anak tentunya sudah melekat harkat dan martabat yang seutuhnya menjadi milik dirinya. Definisi anak secara nasional didasarkan pada batasan  usia anak menurut HukumPidana, Hukum Perdata, dan Hukum Islam. anak atau seseorang dapat dikatakan sudah dewasa sehingga dapat bertanggungjawab beragam variasinya, menurut Undang-Undang RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Pelindungan Anak disebutkan dalam pasal 1 ayat (1) yang berbunyi : "Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan." jika merujuk pada peraturan ini maka seseorang yang berusia dibawah 18 tahun tergolong usia anak maka berhak mendapatkan perlindungan atas hak-hak yang semestinya didapatkan.

Di era saat ini tidak sedikit ditemui kasus tindak pidana yang pelakunya adalah anak di bawah umur. kenakalan-kenakalan yang dilakukan bisa dikatakan akibat pengaruh teknologi digital, pemanfaatan teknologi digital oleh anak dibawah umur tanpa adanya pendampingan oleh orangtua membuat anak lebih leluasa untuk mengakses segala hal yang seharusnya tidak boleh di akses oleh anak tersebut apalagi anak tersebut sedang dalam tahap mencari jati diri. kenakalan-kenakalan yang sering terjadi dan dilakukan seperti minum-minuman keras, konsumsi obat-obatan terlarang, berkelahi dan tawuran yang mengganggu serta mengusik ketenangan warga sekitar. fenomena meningkatnya perilaku tindak kekerasan anak tidak sebanding lurus dengan usia pelaku, terdapat 2 (dua) kategori perilaku anak yang mengharuskan ia berhadapan dengan hukum, yaitu :

1. Status Offence merupakan perilaku kenakalan anak yang jika dilihat oleh orang dewasa tidak dianggap sebagai kejahatan. contohnya tidak menurut, membolos sekolah, maupun kabar dari rumah.

2. Juvenile Deliquency merupakan perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasa dianggap sebagai kejahatan atau pelanggaran hukum.

Upaya pencegahan dan penanggulangan tindak pidana anak telah diupayakan oleh pemerintah. salah satunya dengan memberikan perlindungan hukum terhadapa anak dibawah umur yang berhadapan dengan hukum. salah satu bentuk perlindungan anak oleh negara telah diwujudkan melalui sistem peradilan pidana anak. di dalam sistem peradilan pidana anak telah digunakan pendekatan restorative justice dan diversi untuk menghindari serta menjauhakan anak dari proses peradilan. Restorative justice merupakan penyelesaian perkara tinda pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keuarga pelaku/korban atau pihak lain yang terkait untu mencari penyelesaian perkara tanpa adanya pembalasan.

Diversi berasal dari bahasa inggris "Diversion" menjadi istilah diversi, Diversi merupakan gagasan, pemikiran jika dengan pertimbangan yang layak guna menghindari stigma (cap jahat) pada anak, maka setiap saat dalam tahapan-tahapan sistem peradilan anak, pejabat penegak hukum sistem peradilan pidana anak  (pihak kepolisian, kejaksaan, pengadilan maupun pembinaan lembaga kemasyarakatan) diberikan kewenangan unutuk mengalihkan proses peradilan diluar pengadilan melalui bentuk-bentuk kegiatan seperti : penyerahan pembinaan oleh orang tua atau walinya, peringatan, pembebanan denda atau resitusi, pembinaan oleh departemen sosial atau lembaga sosial masyarakat maupun konseling.

 Pandangan Hukum Islam Terkait Diversi 

setiap perbuatan pidana didalamnya mengandung unsur-unsur serta sifat melawan hukum, perbuatan tersebut dapat dipersalahkan dan perbatan yang dilakukan merupakan perbuatan yang didalam hukum telah dinyatakan sebagai perbuatan yang dapat dihukum. kemudian dikatakan juga bahwa jarimah dapat dipersalahkan terhadap palkunya, dan apabila pelakunya sudah berakal, cukup umur, dan bebas berkehendak  atau dapat dikatakan bahwa pelaku tersebut terlepas dari unsur paksaan serta di saat melakunya dalam keadaan yang sadar sepenuhnya. Disebutkan dalam Firman Allah QS.Al-Mudatsir ayat 38 yang artinya berbunyi 

"tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya."

pada hakiktnya seseorang yang melakukan jarimah itu dikenakan hukuman, tetapi terdapat sebagian yang diantaranya tidak dihukum melinkan diberikan alternatif penyelesaian lain seperti keadilan restorative justice dan diversi.  keadilan ini dapat dikatakan lebih fleksibel karena proses keadilan yang ditentukan oleh perilau yang dilakukan sesuai dengan ringan ataupun beratnya kejahatan tyang dilakukan, kerugian yang dihasilkan, kerusakan yang disebabkan, serta kondisi diri pelaku  dan korban.

dalam hukum islam sendiri keadilan diversi melalu teori perdamaian dalam islam yang disebut al shulh ini bertujuan supaya pelaku dapat bertanggung jawab atas kekacauan serta kerugian yang ditimbulkan olehnya terhadap korban dan masyarakat. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline