Lihat ke Halaman Asli

Panen Keceriaan dalam Bulan Berkah

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

PANEN KECERIAAN DALAM BULAN BERKAH

Ramadhan kali ini bertepatan dengan panen tembakau di desa kami. Desa kami seperti tak tidur jika panen tiba, karena meski harga tembakau mahal, pengolahannya hingga menjadi kering masih menggunakan cara manual. Mulai dari memetik, menimbun agar kuning, merajang hingga menjemur. Semua ini membuat petani harus terjaga semalaman. Ketika matahari terbit rajangan tembakau harus sudah siap jemur agar sore hari bisa kering. Jika tidak, maka tembakau akan rusak, jatuh harga atau bahkan tidak laku.

Memetik tembakau di siang yang terik tidak lantas membuat petani membatalkan puasanya. Beberapa memang ada yang membatalkan, tapi lebih banyak lagi yang tetap menjaganya puasa. Kenapa? karena mereka sangat bersyukur kepada Tuhan yang masih memberikan rizki lewat panen di tengah melambungnya harga sembako.

Surau dan musholla pun masih terlihat panjang shafnya. Lepas tarawih para lelaki meletakkan kopiah dan sorbannya, mengganti baju koko dan sarung dengan oblong dan celana tanggung. Para wanita juga segera meletakkan mukena, menggantinya dengan daster lusuh, supaya tak sayang jika lengket terkena tembakau.

Sepanjang aku bisa mengingat, sebelumnya Ramadhan belum pernah jatuh tepat bersama panen. Jika sudah begini, dilema besar bagi tim 'onclong', sekelompok pemuda kampung yang biasa bertugas membangunkan warga untuk makan sahur. Sebagai pemuda jawa yang punya etos kerja tinggi, mereka tak mau melewatkan masa panen meski hanya memburuh mengolah tembakau tetangga.

Masalahpun terpecahkan dengan dikumpulkannya tim 'onclong' di rumah Pak Sumar, sang juragan tanah. Beliau meminta mereka untuk bekerja mengolah daun tembakau miliknya. Pak Sumar memberikan masing-masing satu hape dan kartu simPATI dari Telkomsel, satu-satunya operator selular yang BTSnya sudah ada di kecamatan kami. Senyum merekah pada bibir masing-masing orang. Akhirnya mereka bisa menikmati musim panen tanpa meninggalkan tugas mulia merka -membangunkan orang untuk sahur-, hanya saja kali ini tidak harus berkeliling, cukup dengan tekan tombol hijau, ya! via telpon!

Hari yang cerah dan ceria senantiasa menghiasi desa kami. Hingga lebaran kali ini tak ada lagi anak kecil yang sedih karena bapaknya tak bisa membelikan baju baru. Gadis remaja juga menyungingkan senyum karena di telinga, leher, tangan, atau jarinya terjuntai emas yang meski mereka tahu ia akan segera raib kala musim paceklik tiba.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline