Lihat ke Halaman Asli

Puisi: Potret Penjual Jamu Gendong

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Potret Penjual Jamu Gendong

Oleh: Sin Herm

Langkah tak lagi gagah
Uban menyembul kian menjarah
Namun, bakul di punggung perempuan tua itu bercerita
Betapa hidup harus berlanjut tanpa jeda

Gerah, panas
Bukan penghalang mencari sesuap nasi diantara keras dunia
Dia tak peduli mahalnya beras
Dia tak peduli siapa menteri atau pemimpin negeri
Yang diharap hanya sesuap nasi hari ini

“Jamu... Jamu...“

Suaranya memecah bising kendaraan
Peluh berbaur dengan asap dan debu
Tak ada simpati
Tak ada empati
Jejak terus menapaki hidup yang tak memihaknya di usia renta
Hidup yang ditinggalkan anaknya
Hidup sepi bersama seorang cucunya

Orang miskin memang dipelihara negara

Ratap dan harap membumbung kepada Tuhan
Tangis disembunyikan dalam malam berjelaga
Agar suami dan menantunya tenang di alamnya
Agar cucunya bisa sekolah lagi
Agar cahaya menerangi jalan anaknya di penjara Saudi
Agar pancungan tak menjilati nyawa
Perempuan tua penjual jamu gendong memeluk sang cucu dalam lelap
Menyalurkan tulusnya cinta yang tak didapat dari orangtua
Cinta dalam gelap!

Tak terketukkah hatimu, duhai nurani?

Tsuen Wan, 04‘11‘11

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline