Tersiar kabar di salah satu media online, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama memiliki keinginan agar anak usia 12 tahun di Jakarta khatam Al Quran. Untuk itu, terobosan yang ingin dilakukannya adalah membeli lahan sekitar masjid untuk dijadikan taman yang bisa membuat anak-anak nyaman dan tertarik ke masjid. Dengan demikian, anak-anak diharapkan bergeser perilakunya dari klayapan di mall dan main gaame menjadi berdekat-dekat dengan masjid, yang pada gilirannya mereka juga akan tersentuh untuk segera khatam Al Quran.
Ide atau gagasan ini,tentu tidak aneh bila muncul dari pemimpin yang beragama Islam. Andai yang punya ide seperti ini sang gubernur tandingan, wajar kiranya. Namun, lagi=lagi justru muncul dari Ahok yang notabene nonmuslim. Beliau yang nonmuslim ternyata sangat memperhatikan keperluan umat muslim.Mengapa demikian?
Bagi saya, semua itu karena Ahok sangat memahami perannya sebagai pemimpin DKI. Tugasnya adalah mengabdi dan melayani untuk semua warga DKI. Bahkan ketika Ahok ditentang habis-habisan oleh sebagian kelompok yang "mengaku" muslim, tetap saja pelayanannya terhadap warga(muslim di dalamnya) tidak kendor.
Ahok tidak sendiri rupanya. Di Malaysia, seorang asal Jember Jatim, menjadi peneliti yang terkenal. Yohan Kurniawan, pria asal jember itu berhasil membuktikan bahwa Al Quran benar-benar berpengaruh terhadap manusia(http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20141205122303-199-16058/kisah-pria-jember-jadi-peneliti-sukses-di-malaysia/). Ia melakukan penelitian tersebut karena penasaran dengan cerita tentang Al Quran tetapi belum ada bukti ilmiahnya. Yang membuat tercengang, Yohan ternyata beragama Katolik.
Pertanyaannya, kenapa kok yang berkontribusi seperti itu justru malah nonmuslim? Apakah karena umat Islam cenderung memahami agamanya sebagai dogma sehingga menerimanya tanpa memikirkannya? Atau karena umat muslim(tidak semuanya) sibuk merasakan keterancaman dari nonmuslim? Entahlah, tapi yang jelas, sepak terjang dua orang itu, Ahok dan Yohan, mempermalukan "saya". Yang saya maksud dengan "saya" adalah saya pribadi yang kebetulan muslim dan "saya' dalam arti umat muslim yang sepertinya tertinggal oleh mereka dalam berkontribusi untuk Islam. Bagaimana dengan pembaca?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H