Lihat ke Halaman Asli

Sindi Aulia

Mahasiswa UIN Walisongo, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 2018

Relasi Gender dalam Perubahan Sosial

Diperbarui: 14 April 2020   13:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Gender adalah konsep yang mengacu pada peran peran dan tanggung jawab laki laki dan perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan kebudayaan masyarakat. Keadilan gender juga dapat diartikan suatu proses untuk menjadi adil terhadap laki laki dan perempuan. Konsep gender disini dapat diasrtikan "Sifat" yang melekat pada kaum laki laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor faktor sosial dan budaya sehingga lahir berupa teori atau anggapan dan pendapat mengenai peran sosial budaya laki laki dan perempuan. Dari sudut kodrat laki laki dan perempuan memang berbeda, tapi dalam pelaksanaan hak dan kewajiban bukan untuk dibeda bedakan.

Menurut Gross, Maton dan Mc. Eachern memberikan definisi bahwa peran sebagai seperangkat harapan harapan yang dikenakan pada individu yang menempat kedudukan sosial tertentu. Harapan harapan tersebut merupakan imbangan dari norma norma sosial dan oleh karena itu ditentukan oleh norma norma di dalam masyarakat. Menurut Paul B. Harton dan Chesar I.Hunt mengartikan bahwa peran sebagai perilaku yang diharapkan dari seseorang dalam status tertentu maka perilaku peran adalah perilaku yang sesungguhnya dari orang yang melakukan peran tersebut.

Berbicara mengenai masalah gender dapat diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki laki dan perempuan dilihat dari segi nilai, pekerjaan (role) dan perilaku. Gender juga dapat di indentifikasi perbedaan anatara laki laki dan perempuan dari segi sosial budaya. Hal ini berbeda dengan sex yang secara umum digunakan untuk mengidentifikasi dari segi anatomi biologis jenis kelamin semata. Suatu sifat yang melekat pada laki laki dan perempuan yang dikontruksi secara sosial maupun cultural. Contohnya sifatnya yaitu, kelemah lembutan yang dimiliki oleh perempuan ternyata juga sering didapat pada laki laki juga, demikian juga sebaliknya. Maka relasi gender sebagai akibat dari keberadaan gender tidak sama di setiap tempat, daerah karena sering dikaitankan dengan berbagai faktor salah satunya faktor ekologi, dan faktor agama.

Seringkali terjadi ketimpangan dan ketidakadilan gender yang sangat merugikan, yang sering dialami oleh perempuan. Ketidakadilan ini mengakibatkan retaknya keharmonisan hubungan anatara laki laki dan perempuan. Sebab terjadinya itu sering muncul suatu rekasi yang diikuti tindakan structural untuk menyusun kembali pola hubungan laki laki dan perempuan agar mencapai keseimbangan, dan kesamaan status. Bagi beberapa orang menggambarkan suami yang bekerja dan istri yang mengurus anak anaknya dirumah ini merupakan hal yang biasa. Tetapi banyak orang yang berpendapat bahwa gambaran tersebut melambangkan opresi terhadap perempuan.

Kehidupan masyarakat Indonesia memandang kedudukan seorang laki laki dipandang lebih tinggi dibandingkan perempuan memang sudah dari dulu ada. Karena sering dikaitan dengan anggapan bahwa laki laki adalah makhluk yang lebih kuat dibandingkan dengan perempuan. Tetapi pada kenyataan sekarang sudah tidak ada lagi perbedaan anatar laki laki dan perempuan, sekarang ini peran laki laki dan perempuan hampirlah sama, tidak ada perbedaan. Karena di era globalisasi saat ini khususnya di Indonesia peran perempuan dalam ruang public sudah sangat banyak. Sering kita jumpai supir angkutan umum dan petugas pom bensin adalah seorang perempuan, ada juga perempuan yang menjadi pilot, dekan, camat, dan anggota DPR. 

Perdebatan bahwa laki laki adalah pemimpin bagi perempuan sudah sering terjadi. Dalam perkembangan saat ini pembagian tugas pekerjaan antara laki laki dan perempuan sudah sangat terbuka, dengan demikian tidak perlu ada pertentangan. Manusia telah dianugerahkan akal untuk berfikir serta kemampuan untuk membedakan yang dimiliki laki laki, perempuan memiliki kekuatan fisik, akal pikiran, kecerdasan intelektual. Dengan potensi tersebut diharapkan perempuan mampu menyelesaikan problem sosial, maka perempuan berhak untuk memilki dan dipikih juga untuk memimpin dan dipimpin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline