Nahh, disini saya akan membahas tentang kasus di Indonesia yang berkaitan dengan Media Sosial maupun Demokrasi. Pertama, yang perlu kita ketahui yaitu, apasih Media Sosial dan Demokrasi itu ?..
Media Sosial adalah sebuah media online, dengan para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual. Blog, jejaring sosial dan wiki merupakan bentuk media sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia. Media sosial sekarang seakan akan menjadi bagian penting dari manusia. Karena seiring berjalannya waktu, teknologi semakin canggih.
Media sosial juga berdampak positif. Contohnya, di media sosial rakyat lebih mudah dan efisien dalam mengungkapkan pendapat yang berupa kritik maupun saran untuk pemerintahan. Selain menyatakan pendapat tentang pemerintahan, rakyat juga bisa menyatakan pendapatnya tentang kehidupannya sendiri. Dalam media sosial pun juga mudah untuk mempublik sesuatu. Namun, disisi lain media sosial juga berdampak negatif. Contohnya, banyak oknum-oknum yang menyebarkan informasi yang tidak benar (hoax) terkait pemerintahan atau kehidupan seseorang. Kebanyakan informasi hoax tersebut bertujuan untuk menjatuhkan martabat seseorang atau perusahaan.
Sedangkan demokrasi merupakan gabungan dari dua kata dalam Bahasa Yunani yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan. Dari bahasa Inggris demos dan kratos diserap menjadi democracy. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, demokrasi dalam istilah politik yang berarti pemerintahan rakyat. Ada semboyan yang tidak lepas dari demokrasi yaitu "dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat".
Lalu, media sosial merupakan kawan atau lawan bagi demokrasi? Media sosial sudah banyak digunakan oleh rakyat, baik dewasa, anak kecil, maupun orang tua. Jika rakyat menggunakan media sosial dengan baik, pasti media sosial akan menjadi kawan bagi demokrasi. Misal, rakyat menggunakan media sosial dengan menyatakan pendapat dengan baik, dan tidak mengandung sara. Tetapi jika rakuyat tidak menggunakan media sosial dengan baik maka media sosial akan menjadi lawan bagi demokrasi.
Salah satu contoh ialah kasus perusakan bendera merah putih di depan asrama Mahasiswa Papua di Surabaya pada bulan Agustus tahun lalu. Banyak informasi yang tersebar di media sosial tentang kejadian itu. Namun informasi itu belum diketahui kebenarannya. Sehingga rakyat yang mengetahui informasi itu mengira bahwa penghuni asrama lah pelakunya. Tapi, salah satu perwakilan dari penghuni asrama tersebut membantah akan adanya tuduhan itu karena mereka tidak merasa merusak bendera itu. Akibatnya terjadi kericuhan yang tidak dapat dihindari lagi.
Pada hal ini, media sosial menjadi lawan bagi demokrasi karena dipergunakan untuk membagikan infomasi yang belum tahu kebenarannya dan merugikan salah satu pihak. Hal seperti ini sebaiknya harus kita hindari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H