"Football is nothing without fans," Sir Matt Busby.
Begitu bunyi quote manajer legendaris Manchester United (MU) yang terpampang pada banner di satu sisi tribun Old Trafford. MU memasang banner raksasa itu untuk menutup kursi kosong stadion. Sejak restart Premier League pertengahan Juni lalu, penonton masih dilarang hadir ke stadion.
Tapi quote Busby tidak berlaku bagi MU saat ini, karena mereka tidak pernah kehilangan sentuhan bermain walau tanpa didukung suporter di stadion.
Setan merah meraih hasil terbaik pasca restart, dengan catatan empat kemenangan dan sekali imbang. Skuad Ole Gunnar Solskjaer juga membukukan produktifitas impresif, dengan torehan 15 gol dan hanya kebobolan tiga gol.
Ini menjadi anomali, mengingat MU hampir selalu terseok-seok sepanjang musim ini.
Ketidakhadiran suporter di stadion mengurangi faktor non teknis yang bisa mempengaruhi hasil pertandingan. Terutama bagi tuan rumah, mereka tidak lagi bisa memberi keuntungan bagi klubnya.
Hal ini dijelaskan secara ilmiah oleh Alan Nevill, profesor bidang olahraga di Wolverhampton University. Melalui sebuah penelitian, Nevill menyimpulkan bahwa klub Premier League yang bermain kandang rata-rata menghasilkan 0.1 gol lebih banyak saat ditonton oleh setiap 10.000 suporter.
Setiap sorakan dari kerumunan suporter akan mempengaruhi keputusan wasit, seperti memberi kartu pada pemain lawan atau memberi penalti pada tuan rumah.
"Itu sulit dikatakan dan hampir mustahil untuk dibuktikan. Tapi dari hasil penelitian, lebih dari separuh tim tuan rumah mendapat keuntungan dari suporter dan punya kemungkinan lebih besar untuk mempengaruhi wasit," ucap Nevill.
Sedangkan dari sisi pemain, keberadaan suporter tuan rumah yang lebih banyak memberi keuntungan dalam mengangkat motivasi pemain. "Itu sangat berpengaruh, karena kalau ada suporter bisa meningkatkan motivasi pemain meski sebenarnya setiap atlet sudah punya motivasi tertentu, atlet tentu tidak ingin mengecewakan suporter," kata Psikolog Ikhsan Bella Persada, M.Psi.
Premier League sendiri mengatur jumlah suporter yang hadir ke stadion melalui jatah tiket. Minimal 10 persen dari tiket yang dijual harus dialokasikan untuk suporter tamu. Komposisi jumlah yang sangat tidak berimbang. Dengan kondisi tersebut maka klub dengan kapasitas stadion fantastis seperti Liverpool, Manchester City atau Tottenham, memanfaatkannya untuk 'meneror' lawan yang bertandang ke stadion mereka.