Menurut saya, tidak mudah untuk mewujudkan sebuah keinginan, dibutuhkan kerja keras, keyakinan, dan konsistensi. Disini konsistensi menurut saya memegang peranan yang lumayan penting. Bagaimana tidak? Seseorang yang menginginkan dirinya pintar maka secara konsisten dia harus mau belajar. Saya merasakan betapa susahnya menjaga sebuah konsistensi.
Awalnya, terinspirasi dari ibu saya yang hobi menulis waktu muda. Tulisan ibu sering menghiasi media cetak baik lokal maupun nasional. Ibu juga rajin rmembuat kliping atas hasil karyannya, sehingga semua dapat terecord dengan baik.
Saya adalah penggemar berat ibu, saya selalu membaca karya- karya ibu bahkan saya ulangi lagi dikemudian hari. Dari sinilah keinginan saya untuk menjadi seorang penulis tercipta. Saya ingin sekali ada tulisan saya yang terpampang di media cetak sehingga bisa dibaca oleh orang banyak.
Saya mulai rajin menulis. Selain itu saya juga rajin membaca agar semakin memperkaya isi dan bahasa tulisan saya. Setelah tulisan saya jadi, saya segera mengirimkannya ke media-media cetak. Awalnya tidak berjalan dengan mulus memang, penolakan sering saya dapatkan.
Namun, saya tidak menyerah begitu saja. Saya sangat ingin ada karya saya yang dimuat. Sampai akhirnya ada salah satu karya saya yang diterima redaksi, yaitu puisi berjudul “Jakarta” yang dimuat di majalan Bobo. Waktu itu saya masih duduk di bangku SD kelas 6. Saya pun semakin rajin menulis dan mengirimkannya ke media cetak
Namun, lama kelamaan penyakit saya muncul. Saya sering malas menulis sehingga intensitas dalam menulis menurun drastis. Apalagi sejak duduk di bangku kuliah, hampir 3 tahun saya benar-benar vakum menulis. Hingga pada semester akhir, saya kembali tergerak untuk menulis. Kali ini terinspirasi dari novelis-novelis muda yang sukses menerbitkan novel karyanya bahkan diantaranya ada yang sudah difilmkan.
Saya pun inginseperti mereka. Menulis novel, kemudian diterbitkan atau bahkan difilmkan. Saya mulai tergerak untuk menulis kembali.
Namun, ada salah satu kesalahan terbesar saya sejak jaman dulu, yaitu saya kembali tidak konsisten. Saya kadang merasa malas untuk menulis, beberapa hari bahkan bulan saya menuruti rasa malas itu sehingga akhirnya saya vakum. Kemudian ketika mulai semangat, saya kembali menulis. Akibatnya novel pun tidak kelar-kelar padahal target saya setahun sudah kelar, sampai sekarang menginjak tahun kedua pun belum ada setengah halamannya.
Memang seorang penulis harus konsisten dalam menulis agar dapat menghasilkan sebuah karya, jangan menuruti nafsu malasnya belaka. Kita harus mau memaksa diri untuk lebih serius dan konsisten lagi dalam menulis karena keberhasilan tidak mungkin didapatkan dengan cara mudah dan instan. Saya sudah tahu teorinya, namun toh saya masih sudah menjalaninya.
Menilik keburukan masa lalu dalam menulis, saya ingin menciptakan sebuah resolusi untuk memperbaiki dosa saya tersebut. Saya ingin lebih konsisten lagi dalam menulis, saya berjanji akan ‘memaksa’ diri saya untuk rajin dalam menulis, paling tidak satu minggu saya harus menghasilkan sebuah tulisan dan yang paling penting novel saya di tahun 2014 harus sudah jadi dan syukur-syukur ada mau yang menerbitkan.
Hal tersebut mungkin tidak mudah bagi saya yang semangatnya turun naik. Namun saya akan Meminjam qoute 5 CM , “saya akan menggantungkan keinginan ini sejauh 5 cm di kening saya yang perlu saya lakukan adalah kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya, tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya, mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya, leher yang akan lebih sering melihat ke atas, lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja, dan hati yang akan bekerja lebih keras dari biasanya, serta mulut yang akan selalu berdoa”. Terkahir, semoga di tahun 2014 ininovel saya benar-benar dapat terbit, Amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H