Lihat ke Halaman Asli

Simpet Soge

Bapak dari seorang putra.

Lulus Tes, Batal Kuliah Gara-gara Sistem UKT

Diperbarui: 6 Agustus 2015   13:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Lagi asik asiknya kemping di alam terbuka, ponsel judul saya berdering. Di ujung sana si adik bungsu menelepon dari kota Kupang, mengecek kebenaran pengumuman Uang Kuliah Tunggal Universitas Nusa Cendana yang katanya 2,5 juta per semester. Jauh memang dari perkiraan, sebab seminggu sebelumnya saya sudah ditelepon oleh dekan yang mewawancarai, dimana beliau kabarkan bahwa uang kuliah adik saya yang lulus di jurusan Ekonomi Pembangunan itu diputuskan 500 ribu, masih di bawah usulan UKT dari keluarga yang sebesar 700 ribu. Pertimbangan nominal patokan keluarga saya sederhana. Saya sebagai anak sulung yang tamat dari kampus yang sama tahun 2010 lalu, uang kuliah masih sangat murah, 420 ribu per semester. Perkembangan terakhir yang saya tahu, uang kuliah masih berkisar satu jutaan. Sebuah magnet yang menarik bagi sekolah negeri adalah uang kuliahnya yang cocok untuk kantong rakyat kebanyakan.

 Orang tua saya petani, dengan luas lahan 300 meter persegi seperti yang tercantum dalam faktur pajak bumi dan bangunan yang ikut kami lampirkan pada berkas pendaftaran adik saya. Plus surat keterangan tidak mampu dari kepala desa, daya listrik PLN 900W dan non pelanggan PAM, juga foto rumah semi permanen lantai tanah dan setengah tembok. Saya sendiri sebagai kakak sulung adalah karyawan swasta dengan gaji dua jutaan, ikut jadi tulang punggung membiayai adik lainnya di kampus swasta yang uang kuliahnya sukses bikin miskin. Adik yang berikutnya pun sudah menyusul sang kakak ke Jawa dan ikut mendaftar ke kampus swasta di sana.

 Si bungsu akhirnya kami putuskan untuk ke sekolah negeri yang konon murah itu untuk meringankan tanggungan keluarga. Eh, nyatanya kabar itu yang kami dapat.

 Mendapat berita tersebut, saya langsung mengontak dekan yang mewawancarai untuk klarifikasi. Tapi jawaban yang sama beliau katakan, bahwa penetapan itu telah dilakukan dengan surat keputusan yang ia sendiri tidak bisa ganggu gugat. Klarifikasi ini saya teruskan ke si Bungsu.

 Si bungsu pun akhirnya harus menerima kenyataan bahwa tanggungan keluarga untuk biaya kuliah tiga orang pastinya terlalu berat. Dan sebagai yang paling muda, ia pun tahu pasti bakal di'korban'kan.

Yah, mau bagaimana lagi?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline