Lihat ke Halaman Asli

Simpet Soge

Bapak dari seorang putra.

Di Kedang, Air Bagai Emas Bening

Diperbarui: 20 Juni 2015   02:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1403252147580280179

[caption id="attachment_330037" align="aligncenter" width="336" caption="Gbr: financeelements.com"][/caption]

Sulit membayangkan hidup dengan kebutuhan air bersih yang sukar terpenuhi. Akan tetapi, kondisi inilah yang dialami warga Kedang di kaki gunung Uyelewun, Lembata, Nusa Tenggara Timur. Air jadi barang mewah. Tak salah jika dijuluki ‘emas bening’.

Bagi yang selalu hidup berkelimpahan air, tempat ini menyediakan ujian bagi anda. Anda harus bisa menghargai tetes demi tetes bahan cair ini lebih daripada biasanya. Betapa tidak. Di desa Hoelea I, kecamatan Omesuri, air dihargai tiga puluh ribu rupiah per kubiknya, atau dalam kemasan biasa, harganya dipatok dua puluh lima ribu rupiah untuk bak ukuran 750 liter yang dibuat dari dua tabung gorong-gorong yang disatukan. Jika dikonversikan ke ukursn mobil tangki, maka untuk satu tangki mereka mesti merogoh kocek seratus delapan puluh ribu rupiah. Angka ini lima kali lipat lebih mahal daripada harga air tangki di wilayah perkotaan. Apalagi, nominal ini mesti dibayar oleh warga desa yang rata-rata mencari nafkah dengan bertani. Sebuah pengorbanan yang besar.

Warga sedikit terbantu jika di musim hujan. Pada musim ini, mereka memanfaatkan air cucuran atap yang disimpan di bak-bak penampung. Sejumlah warga membangun bak dari satu hingga dua puluh kubik untuk menyimpan air persediaan kebutuhan mereka. Sementara di musim kemarau, satu-satunya yang menjadi tumpuan adalah layanan dari truk tangki milik PDAM.

Padahal, jarak mengambil air tawar tidak terlalu jauh jika menggunakan kendaraan yaitu sejauh sekitar tiga kilometer. Di sana kita temui sebuah kali yang debit alirannya tergantung musim. Sejumlah warga tampak mencuci langsung di kali ini. Jalan yang melintasi desa pun kondisinya cukup baik sebab sudah diaspal meski penuh lubang sana sini.

Karena sulit diperoleh, menggunakan air tentu dilakukan sehemat mungkin. Baik MCK maupun air minum dan memasak. Jika anda sebagai tamu, anda mesti belajar menyesuaikan diri dengan kebiasaan warga. Mereka lebih bijak dalam menggunakan air.

Untuk mengatasi kondisi tersebut, pemerintah telah membangun jaringan pipa. Tetapi dari pipa-pipa tersebut baru dialirkan harapan. Air sendiri belum mengalir hingga kini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline