Lihat ke Halaman Asli

Peningkatan Kualitas KPK

Diperbarui: 20 Februari 2016   21:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam suasana kehidupan bangsa dan negara yang penuh tantangan, hambatan, dan gangguan dalam pemberantasan praktek-praktek kkn, ternyata terlihat jelas didalam Indeks Persepsi Korupsi Indonesia yang berada di peringkat 107 dari 175 negara. Yang mana posisi Indeks Persepsi Korupsi Indonesia saat ini juga masih di bawah sejumlah negara di ASEAN seperti Singapura di posisi ke 7, Malaysia 51, dan Filipina 91. Dengan Indeks Persepsi Korupsi seperti inilah maka KPK harus disemangati sehingga benar-benar mampu memberantas KKN dengan aktif secara berkelanjutan didalam pembangunan. (Baca: http://news.liputan6.com/read/2144872/indeks-persepsi-korupsi-indonesia-2014-naik-7-peringkat) 

Sebagaimana yang tercantum dalam UU No. 30/2002 tentang KPK, KPK adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun (Pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi). Tujuan dibentuknya KPK tidak lain adalah meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK dibentuk karena institusi (Kepolisian, Kejaksaan, Peradilan, Partai Politik dan Parlemen) yang seharusnya mencegah korupsi tidak berjalan bahkan larut dan terbuai dalam korupsi. Untuk melakukan peranannya, maka KPK diberikan kewenangan yang luar biasa seperti yang diatur dalam Pasal 6 butir b, c, d dan e UU. No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bahwa lembaga ini dapat bertindak mulai dari:

  1. Mensupervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan tindak pidana korupsi;
  2. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi;
  3. Melakukan tindakan pencegahan korupsi;
  4. Memonitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Dalam menangani kasus, KPK juga diberi kewenangan memperpendek jalur birokrasi dan proses dalam penuntutan. Jadi KPK mengambil sekaligus dua peranan yaitu tugas Kepolisian dan Kejaksaan yang selama ini tidak berdaya dalam memerangi korupsi. Disamping itu dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, KPK diberi kewenangan untuk melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenang yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik. Dan KPK juga diperbolehkan mengambil alih kasus korupsi yang sedang ditangani kepolisian atau kejaksaan apabila :

  1. Laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditinjaklanjuti;
  2. Proses penanganan tindak pidana korupsi tidak ada kemajuan/berlarut-larut/ tetunda tanpa alasan yang bisa dipertanggung jawabkan;
  3. Penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku korupsi yang sesungguhnya;
  4. Penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi;
  5. Adanya hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan dari eksekutif, yudikatif atau legislatif; atau
  6. Keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.

Sedangkan, dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, KPK juga diberi kewenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang :

  1. Melibatkan aparat penegak hukum, penyelengara negara dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat pengak hukum dan penyelengara negara;
  2. Mendapat perhatian dan meresahkan masyarakat; dan/atau
  3. Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah). Selanjutnya, untuk memerangi tindak pidana korupsi yang dikategorikan sebagai tindak pidana luara biasa (extra ordinary crime), maka KPK diberi tambahan kewenangan yang tidak dimiliki instititusi lain yaitu: a) Melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan; b) Memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang berpergian keluar negeri; c) Meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa; d) Memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang terkait; e) Meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi terkait; f) Menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa; g) Meminta bantuan interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti diluar negeri; h) Meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani.

Kesimpulannya ialah tidak heran kalau kalangan hukum menyebut KPK sebagai lembaga super (superbody).

Dua tahun yang lalu, pada Peringatan Hari Anti Korupsi tanggal 9 Desember 2013 , Presiden Ke 6 yaitu Susilo Bambang Yudhoyono mengamanatkan melalui twitternya bahwa KPK harus melakukan pemberantasan korupsi secara intensif dan agresif demi menyelamatkan masa depan Indonesia, termasuk pembangunan ekonomi nasional. (Baca: http://www.demokrat.or.id/?p=22010)

Tentang bagaimana kita harus menghadapi kecenderungan perkembangan praktek KKN di Indonesia, Jokowi juga menegaskan bahwa perlu dibangun sistem yang baik sehingga sangat membantu dan efektif mengurangi korupsi. (Baca:http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5487001b06c8d/jokowi--sistem-yang-baik-cegah-korupsi)

Kemudian, mengenai bagaimana cara kita dan KPK untuk menghadapi tantangan masa depan dalam pemberantasan praktek kkn, maka Zulkarnain Wakil Ketua KPK pada Hari Anti Korupsi tanggal 9 Desember 2014, berpendapat bahwa “Perlu diingat, jangan beri ruang lagi untuk korupsi, jangan sanjung lagi koruptor, jangan terima pencucian uangnya. KPK berharap pemerintah dan masyarakat sadar untuk membangun paradigma baru memberantas korupsi dari hulu ke hilir. Pemberantasan korupsi, bisa dimulai dengan memperbaiki tata kelola pemerintah, pelayanan publik, dan didukung sistem administrasi yang andal. Tingkatkan peran serta masyarakat dan sektor swasta.” (Baca: http://www.kpk-news.com/politik/hari-anti-korupsi-sedunia-presiden-komit-perangi-korupsi/ )

Tidak lengkap pula kiranya apabila tidak kita munculkan kembali pemikiran Ketua KPK Abraham Samad yang dituturkan dalam acara Buka Festival Anti Korupsi tanggal 9 Desember 2014, yang mana pada acara Buka Festival Anti Korupsi tersebut Abraham Samad memberikan terobosan yang sesungguhnya sebagai sumbangsih KPK kepada bangsa negara. Adapun 4 terobosan KPK dalam pemberantasan KKN sebagai berikut:

  1. Melakukan koordinasi antar instansi maupun kampanye anti-korupsi
  2. Melakukan perbaikan system
  3. Pengendalian gratifikasi
  4. Pendidikan anti-korupsi

(Baca:http://www.voaindonesia.com/content/buka-festival-anti-korupsi-presiden-jokowi-indonesia-bahas-4-masalah-serius-di-indonesia/2553048.html)

Apa yang telah diuraikan diatas membuktikan bahwa tingginya derajat perhatian Presiden ke 6 dan 7, serta Para Pimpinan KPK akan perlunya meningkatkan kualitas KPK dalam menghadapi dinamika lingkungan dan tantangan masa depan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline