Perjalanan dari Agats ke As-Atat
Kami memulai perjalanan dari Agats dengan menggunakan speedboat 85 pk menuju Stasi St. Petrus & Paulus As-Atat pada sore hari sekitar pukul 16.00. Perjalanan yang akan memakan waktu sekitar 2 jam itu akan melewati sungai besar dan kecil yang bercabang seperti urat nadi manusia sepanjang 118,2 km. Saya menyadari bahwa jika salah masuk sungai, maka kami bisa nyasar dan terjebak di dalam sungai yang salah. Driver yang menemani saya bernama Alberto Mbicim.
Kami memasuki sungai besar yang membelah hutan bakau dengan tenang. Sinar matahari mulai redup, dan langit menjadi lebih cerah dan jingga. Kami menyusuri sungai dengan perlahan, menikmati keindahan alam yang memukau. Burung-burung terbang di atas kepala kami, dan suara alam yang tenang dan damai membuat saya merasa sangat nyaman dan rileks.
Namun, ketika kami mulai masuk ke sungai-sungai kecil yang bercabang, perjalanan menjadi lebih menantang. Driver speedboat harus sangat teliti dan berhati-hati dalam memilih jalur yang benar. Saya merasa sedikit khawatir karena jika salah masuk sungai, kami bisa saja tersesat di dalam hutan bakau yang luas.
Tiba-tiba, driver speedboat memberi tanda untuk berhenti di tepi sungai kecil. Saya sempat bertanya-tanya mengapa kami harus berhenti, tetapi kemudian saya melihat mesin speedboat di angkat. Driver memberi tahu saya bahwa mesin speedboat tersangkut kotoran dahan kayu.
Perjalanan kami terus berlanjut, dan kami melewati beberapa 'rumah tempat cari makan' yang indah dan tenang. Beberapa orang terlihat sedang mandi di tepi sungai, sementara yang lainnya sedang menangkap ikan dengan jaring. Asap mengepul dari dalam rumah itu. Saya merasa sangat terkesan dengan kehidupan sederhana mereka di tengah hutan bakau yang masih asri.
Setelah melewati beberapa sungai kecil, kami akhirnya tiba di Stasi St. Petrus & Paulus As-Atat. Saya merasa sangat bahagia dan terkesan dengan perjalanan yang luar biasa ini. Meskipun ada rasa khawatir di awal perjalanan, perjalanan ini tetap menjadi pengalaman yang tak terlupakan dan akan selalu terukir di dalam ingatan saya.
Hari Pertama:
Saat mentari masih merangkak naik dan dedaunan mulai terjuntai embun, waktu kira-kira menunjukkan pukul sembilan pagi, Di tengah keramaian di Kampung As dan Kampung Atat, terasa getaran kebersamaan yang membahagiakan. Para masyarakat telah bersatu padu di gedung Gereja Stasi St. Petrus & Paulus As-Atat, dengan tekad yang kuat untuk menjaga kelestarian budidaya sagu di daerah mereka. Mereka merasa terpanggil untuk melindungi kekayaan alam yang ada dan mempertahankan warisan leluhur mereka.
Pastor Apriyanto Bria, Pr., membuka kegiatan tersebut dengan memberikan sambutan dan pengenalan tentang tujuan dari kegiatan pengendalian gulma. Ia menyatakan dukungannya terhadap kegiatan tersebut dan berharap dapat memberikan manfaat bagi masyarakat setempat. Ketika Pastor Apriyanto Bria, Pr., membuka kegiatan pengendalian gulma tersebut, terdengar suara lembut dan hangat dari suaranya yang mengalun. Ia memaparkan tujuan dari kegiatan tersebut dengan jelas dan memberikan dukungan penuh kepada para masyarakat yang hadir. Tidak hanya itu, ia juga menyampaikan harapannya bahwa kegiatan tersebut dapat memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat setempat. Terdengar jelas rasa kepedulian dan kasih sayang yang mendalam dari beliau terhadap lingkungan dan masyarakat yang ada di sekitarnya.
Setelah sambutan, saya dari Tim VCA (Voices for Climate Action) - Komisi PSE Keuskupan Agats memberikan penjelasan tentang jenis-jenis gulma yang tumbuh di sekitar lahan budidaya sagu dan mengarahkan kelompok serta membagi tugas masing-masing. Setelah itu, mereka membantu dalam persiapan dan pemilihan alat dan bahan untuk pengendalian gulma. Ketika saya, sebagai staf Komisi PSE Keuskupan Agats, memberikan penjelasan tentang jenis-jenis gulma yang tumbuh di sekitar lahan budidaya sagu, terdengar semangat dan antusiasme yang begitu tulus dari suara saya.