Lihat ke Halaman Asli

Seno Rocky Pusop

@rockyjr.official17

Otsus Papua Sebuah Upaya Memperkeruh Polemik

Diperbarui: 20 Agustus 2022   10:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Otsus Papua : PixlLabe/Dokpri SRP

Sudah lebih dari 60 tahun provinsi Papua diserahkan dari pemerintah Belanda melalui UNTEA (United Nations Temporary Executives Authority) kepada pemerintah Republik Indonesia, tetapi rakyat Papua belum pernah merasakan sebagai warga yang bebas dari penderitaan.

Meskipun pemerintah selalu berupaya melakukan berbagai pendekatan yang lebih elegan dan rispect dengan pendekatan politik, konteks domestik, diplomasi bahkan negosiasi yang sering digencarkan agar Papua tetap menjadi bagian integral dari bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Namun tidak bisa dipungkiri, bahwasannya segala upaya penyalahgunaan kekuasaan tidak saja dilakukan oleh pemerintah pusat tetapi juga pemerintah daerah (elit lokal) yang semakin masif memperkeruh keadaan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat melalui sikap dan prilaku yang sangat melukai nurani rakyat Papua.

Realitas ini mengandung dinamika konflik yang berkepanjangan di tanah Papua. Berakar dari ketidakadilan yang bersumber dari pemerataan dan kesenjangan politik maupun pembangunan ekonomi yang tidak selaras dengan hak-hak sipil dan asasi.

Kemelut ini berangsur-angsur menjadi sebuah upaya penyekatan yang sifatnya terstruktur dan permanen. Entah itu, karena unsur kesengajaan atau hanya sebuah konsep otomatis yang dilanggengkan.

Kebijakan Otsus yang diundangkan melalui UU 02/2021, Juli 2021, menuai banyak perbedaan penting yang mendasar dibandingkan dengan UU 21/2001. Sebuah kompromi politik yang sangat penting dan mendasar yang sama sekali tidak merespon dan mengakomodir hasrat masyarakat.

Sangat disayangkan, proses pengesahannya sendiri dilakukan sangat tidak partisipatif dan aspiratif tidak melalui konsultasi berbagai stakeholders. Sepihak dan diskusi yang tidak terlalu intens di antara tim pansus dengan rakyat Papua untuk kemudian dibawa ke dalam proses legislasi DPR di Jakarta.

Proses legislasi berjalan mulus-mulus, sementara rentetan konflik yang dibendung sekian lama semakin membara. Banyaknya pertentangan dan perbedaan pendapat yang mucul akibat divergensi penyimpangan di kalangan proletar.

Gejolak ini mempertontonkan berbagai persoalan yang sarat dengan ketimpangan dan perlakuan represif terhadap rakyat sipil. Walaupun hal ini dianggap sebagai gejala sosial politik yang berpotensi menimbulkan ancaman terhadap stabilitas sosial politik dan integrasi nasional.

Namun, polemik ini tidak bisa disikapi secara tegas dan tangkas dengan mengedepankan pendekatan keamanan maupun pembangunan, selama hasratnya belum terpenuhi. Justru semakin memperuncing konflik dan mengakibatkan berbagai pelanggaran Hak Asasi Manusia di Bumi Cenderawasih.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline