Lihat ke Halaman Asli

Naluri Berdagang

Diperbarui: 18 Juli 2023   22:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua variaan  dari beberapa permen Cocorico- sumber : https://www.facebook.com/iklanjadul/photos/a.988283794688227/1774742729375659/?type=3

Naluri Berdagang

Kemarin malam (Selasa 23 Mei 2023) tetiba saya teringat tentang cara berdagang atau bisa dikatakan strategi berdagang yang dilakukan oleh kedua orang tua saya. Awalnya karena sedang membahasa Market sharing, yang salah satu tujuannya adalah memperluas pasar.

Teringat bagaimana mereka menentukan harga jual dan memperoleh pelanggan demi memperluas pasar mereka. Secara tidak langsung dari kedua orang tualah, saya belajar bagaimana cara berdagang, dan mendapatkan pelanggan. Mereka tidak mengajarkan seperti teori di kelas Ekonomi, tetapi belajar langsung di lapangan nyata. Karena hampir setiap hari saya melihat akivitas mereka dalam berdagang.

Saat saya di kelas 5  SD, saya pernah berjualan permen cocorico, yang populer pada zamannya. Mungkin rekan-rekan yang lahir tahun 70 dan 80 an pernah memakan permen ini. Berawal dari perhitungan sederhana satu bungkus permen Cocorico saat itu berharga Rp.125,00. Isi setiap bungkus 6 buah permen dengan rasa yang sama. Jika saya menjual satu buah permen seharga Rp.25,00 maka setiap satu bungkus permen yang saya jual,  pendapatan yang saya peroleh adalah Rp.150,00, Dengan perhitungan sederhana ini, saya mendapat keuntungan Rp.25,00. setiap saya menjual 6 buah permen.  

Dari perhitungan sederhana inilah, setiap hari saya mambawa permen tersebut ke sekolah. Kejadianya persisnya saya kurang ingat, tetapi akhirnya saya dapat memiliki  mungkin 4 atau 6 kungkus permen tersebut dengan berbagai rasa yang saya bawa ke sekolah untuk saya jual.

Mungkin sebagian dari pembaca akan berpikir wajarlah saya melakukan ini, sebagai anak ketununan Tionghoa. Bagi saya ini bukan masalah keturunan, tetapi cenderng karena sebagai anak kita meneladani orang tua kita. Karena tiap hari saya melihat kedua orang tua saya berdagang, mungkin inilah yang membat saya memiliki naluri untuk berdagang.

Dan akhir aktivitas ini pun saya lupa, entah keuntungannya saya pakai untuk apa yah. Biarlah ini menjadi sebuah kenangan bahwa saya pernah melakukan usaha mandiri tanpa disuruh, dan menghasilkan.  Pengalaman seperti ini boleh ditulis di Curriculum Vitae kah? sudah jelas tidak bisa, karena waktunya terlal jauh, dan tidak menjadi patokan pengembangan keterampilan saya. Jadi yang saya tulis di sini saja pengalaman ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline