Awei merengek-rengek minta dibelikan sarung, karena dia melihat orang-orang yang berjalan hendak Sholat di Mesjid yang ada di lingkungan tempat tinggal om dan tantenya. Tentu saja hal ini membuat om dan tante nya binggung. Karena dalam keluarga mereka tidak ada yang menggunakan atau bahkan memiliki sarung. Awei dibesarkan dalam keluargan Tionghoa, yang sudah cukup moderat. Namun penggunaan sarung di keluarga mereka, dirasakan sesuatu yang tidak biasa dan aneh.
Om dan tante yang tinggal di Jakarta, untuk sementara ini merawat Awei, karena mamahnya Awei baru melahirkan adiknya Awei. Om dan tante Awei, menang belum dikaruniai anak, sehingga mereka dengan senang hati merawat Awei untk sementara waktu, hingga kondisi mamah Awei sudah pulih.
Om berusaha menjelaskan bahwa sarung itu untuk bisanya untuk laki-laki Muslim mejalankan ibadah Sholat. Om berharap dengan pejelasan itu Awei mengerti. di luar dugaan, Awei malah bilang " yah dah Awei juga mau sholat"
"loh? " om heran, niatnya untuk menghalagi, malah jadi seperti tantangan, dan Awei mulai tambah ingin memiliki sarung.
"mana bisa, nanti papah mamah lu marah, apalagi kalau mau sholat lu kan kudu disunat." Om mulai memberi beberapa argumen, dengan sedikit menaku-nakuti, agar Awei tidak terus merengek minta sarung.
Awei malah dengan semangat bilang " ok, Awei mau sunat"
om tambah binggung, niat hati menakut-nakuti Awei, malah Awei semakin berani.
" Awei, Awei, kamu tau apa itu sunat?" tanya om memastikan.
" ga" jawabnya polos " tapi yang penting Awei bisa dapat sarung"
"sunat itu sakit loh, om aja ga berani" om melihat kesempatan untuk menakut-nakuti.