Lihat ke Halaman Asli

Marulitua Simb

Sayangi Diri Anda

Penertiban Muara Gula sebagai Upaya Pengamanan Aset Negara

Diperbarui: 26 Maret 2018   10:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Dipo Lokomotif Purwokerto, sumber pinterest

PT. KAI (Persero) Divre III Palembang akhirnya berhasil menertibkan lahan yang selama ini diklaim oleh dua warga Muara Gula yakni Arbain dan Ucok pada tanggal 20 Maret lalu. Lahan yang terletak di emplasemen Stasiun Muara Gula tersebut rencananya akan digunakan untuk membangun Dipo Gerbang dan Bubut, namun pembangunan tersebut terkendala oleh klaim atas lahan tersebut dan meminta PT. KAI (Persero) untuk ganti rugi bila memang akan menggunakan lahan tersebut.

Bukti kepemilikan PT. KAI Divre III Palembang atas lahan tersebut yakni Grondkaart Nomor 8,9 dan 10 dengan batas tanah 75 meter dari as rel. Grondkaart sendiri dikatakan sebagai bukti kepemilikan yang kuat dan sah karena dalam Grondkaart selalu disertai pencantuman pejabat Kadaster atau BPN. Artinya Grondkaart dibuat bedasarkan hasil pengukuran tanah oleh Kadaster sehingga memiliki kekuatan legal formal sebagai dokumen yang diterbitkan oleh lembaga pertanahan pada zamannya dan hingga saat ini Grondkaart diakui oleh pemerintah Indonesia.

Pada saat penertiban berlangsung, ada beberapa kendala yang menghambat proses eksekusi salah satunya adalah penolakan eksekusi oleh Arbain dan Ucok yang didampingi oleh LSM. Mereka meminta pihak PT. KAI (Persero) menghentikan alat berat dengan dalih bahwa tanah tersebut merupakan tanah milik Arbain yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Hak Milik No : 31/Kec/1976 atas nama Mohd Soleh bin Mapi yang merupakan ayah dari Arbain. Surat Keterangan Hak Milik itu hanya ditandatangani oleh pemohon serta Camat dan tidak ada koordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional yang seharusnya dalam hal ini BPN mengetahuinya.

Melihat kendala tersebut, Kabag Ops Muara Gula yakni Kompol Zulkarnain berusaha mencari jalan keluar antara kedua belah pihak dengan cara memanggil kedua pihak untuk berdiskusi. Kabag Ops mengatakan bahwa pada prinsipnya penertiban tersebut dilakukan untuk mengamankan aset negara demi kepentingan umum, bukan kepentingan pribadi. Ia juga mengatakan bahwa apabila terdapat pihak yang merasa dirugikan dengan penertiban ini dipersilahkan untuk menempuh jalur hukum namun jangan menghambat penertiban tersebut.

Dalam penertiban tersebut, PT. KAI Divre III Palembang menerjunkan sekitar 70 personil gabungan dari semua unit. Selain itu pihak Kepolisian pun juga menurunkan 70 personil untuk mengantisipasi apabila terjadi hal diluar kendali. Berkat kerjasama antara pihak PT. KAI Divre III Palembang dengan Kepolisian, kendala-kendala saat penertiban dapat diatasi dengan baik sehingga pemasangan rel dan bantalan sepanjangan tujuh kilometer dapat diselesaikan dalam waktu singkat.

Jika membandingkan bukti kepemilikan PT. KAI (Persero) dengan milik Arbain, maka dapat disimpulkan mana yang memiliki kekuatan hukum sehingga tidak tepat bila Arbain dan Ucok meminta ganti rugi atas lahan yang memang bukan milik mereka. Selain itu, bukti yang mereka miliki juga tidak kuat dimata hukum sehingga apabila mereka memaksa untuk membawa kasusi ini ke jalur hukum maka dapat dipastikan mereka hanya akan mendapat kerugian dan hukuman.

Seperti yang diungkapkan oleh Kabag Ops Muara Gula, penertiban ini merupakan upaya penyelamatan aset negara dan sudah seharusnya sebagai masyarakat kita mendukung upaya ini demi kepentingan umum. Jangan biarkan negara kita menderita kerugian yang lebih besar lagi karena aset negara diserobot oleh warganya sendiri demi kepentingan pribadi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline