Lihat ke Halaman Asli

Perombakan Kabinet Hanya untuk Kepentigan Rakyat

Diperbarui: 17 Juni 2015   06:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kabar adanya reshuffle (perombakan) kabinet mulai muncul kepermukaan. Meski belum ada kabar pasti, tetapi dalam susunan kabinet presidensial di negara kita, berita semacam itu merupakan isu politik yang digemari. Beberapa tahun lalu isu perombakan kabinet selalu banyak diembuskan dari partai politik, baik yang mendukung kabinet apalagi yang ada di luar kabinet. Bagi partai pendukung, mereka merasa jatahnya di kabinet kurang, maka ada kesempatan untuk menambah jatah menteri. Bagi partai di luar kabinet, mereka senang karena siapa tahu diajak mendukung kabinet. Apalagi di dalam kabinet presidensial tak dikenal kelompok oposisi, tetapi disebut kelompok penyeimbang. Kali ini di kabinet Presiden Joko Widodo isu perombakan kabinet tampaknya tak hanya kegemaran partai-partai politik, tetapi juga mulai menarik perhatian masyarakat pada umumnya. Di dalam sistem pemerintahan yang demokratis dimungkinkan perhatian rakyat yang tidak puas terhadap kinerja parpol dan berada di luar parpol menyuarakan kepentingannya sendiri. Rakyat mulai ikut menyuarakan perlunya upaya melakukan perombakan kabinet.

Rakyat menilai kabinet Jokowi ini menunjukkan kinerja yang tidak efektif. Enam bulan berjalan belum ada upaya yang bisa dirasakan dampaknya terhadap perbaikan kehidupan rakyat. Para menteri banyak memberikan komentar yang saling tak sepadan. Komunikasi kerja di antara mereka tidak harmonis dan tidak saling sinergi. Satu menteri tiba-tiba menyatakan Indonesia masih mempunyai utang di Dana Moneter Internasional, menteri yang merasa mempunyai kompetensi mengetahuinya menyatakan tidak lagi mempunyai utang. Ada pula menteri yang membuat peraturan memberikan anggaran bagi para menteri masing-masing untuk fasilitas dua mobil baru, menteri yang lain memberi penjelasan tidak untuk membeli mobil baru. Lalu rakyat bertanya untuk apa membuat peraturan kebijakan kalau tidak untuk membeli?

Maka dari itu, desakan perombakan kabinet perlu disadari oleh Jokowi bahwa ini bukan semata-mata masalah politik. Akan tetapi, rakyat menginginkan terselenggaranya suatu pemerintahan yang baik, akuntabel, dan bisa menyejahterakan kehidupan rakyat. Bahwa, banyak di antara rakyat kita yang masih hidup miskin, bahkan ada anak- anak disuruh meninggalkan sekolah oleh orangtuanya dan diminta menjadi pengemis karena kemiskinan. Pemerintahan dibutuhkan karena adanya kepentingan dan kebutuhan bersama. Ia dibutuhkan karena diharapkan bisa mengatur kehidupan bersama. Maka, kemudian timbul kebutuhan akan suatu sistem pengaturan yang mengikat (The New Encyclopaedia Britannica, 1995, Vol 20). Dari ungkapan ini dapat dipahami, adanya suatu pemerintahan pada awalnya dari bawah, yakni dari kebutuhan bersama dari rakyat yang ada dalam suatu wilayah tertentu. Jadi, suatu pemerintahan ada bukan karena hasrat atau kebutuhan dari penguasa atau elite atau segolongan kecil orang yang memimpin. Bung Hatta dulu mengatakan bukan oleh dan untuk ”tuanku”melainkan untuk rakyat. Dari awal mulanya inilah di kemudian hari timbul istilah pemerintahan yang demokratis, yakni suatu pemerintahan yang dijalankan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Dengan demikian, kata kunci dari suatu kabinet sebagai wujud dari pemerintahan dan tata kepemerintahan yang baik harus dikembalikan kepada kepentingan seluruh rakyat. Syukur kalau parpol yang sangat berperan dalam pemerintahan yang demokratis dan yang mendorong terjadinya perombakan itu karena didorong pula atas pemahaman kepentingan rakyat yang diwakilinya, bukan semata-mata memahami kepentingan elite atau orang-orang yang memimpin partainya. Susunan kabinet kita mulai dari kabinet Susilo Bambang Yudhoyono selama 10 tahun memerintah, dan kabinet Jokowi yang baru enam bulan berjalan, termasuk kabinet yang besar. Jumlah kementeriannya lebih dari 30. Belum lagi ditambah organisasi unit-unit kerja baru yang sering menunjukkan doblurus. Jumlah organisasi yang besar selain menyulitkan kinerja kontrol dan koordinasi juga butuh anggaran yang tak sedikit dan kinerjanya lambat. Kabinet kita kalau dibanding negara-negara ASEAN termasuk yang terbesar. Malaysia, Brunei, dan Singapura kurang dari 20 kementerian. Jepang dan Korea kurang lebih 13 kementerian. Amerika Serikat yang besar dan demokratis itu hanya 15 kementerian. Dahulunya AS hanya punya 13 kementerian.

Jumlah kementerian yang besar itu dalam pemerintahan kita, kalau diamati secara saksama karena didorong pemenuhan kepentingan partai politik, bukan semata-mata pemenuhan kepentingan rakyat yang masih banyak menderita kemiskinan. Sesuai uraian di muka bahwa suatu pemerintahan yang baik itu selalu memperhatikan kepentingan seluruh rakyat, maka kesempatan perombakan kabinet kali ini yang diperbaiki atau diganti itu bukan saja menteri-menteri yang kinerjanya kurang baik, tetapi hendaknya juga memperbaiki susunan organisasi kabinetnya: dirampingkan! Dengan demikian, perombakan kabinet tidak sekadar mengganti orang-orang atau para menteri, tetapi juga memperbaiki tata kepemerintahan yang baik, yang memenuhi kepentingan dan kesejahteran kehidupan rakyat. Perombakan kabinet mestinya sekaligus melakukan reformasi susunan organisasi birokrasi pemerintahan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline