Lihat ke Halaman Asli

Momentum Kaum Muda Indonesia Untuk “Bangkit”

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pada tanggal 20 Mei bangsa Indonesia memperingati Hari Kebangkitan Nasional  sebagai tonggak peringatan  hari berdirinya organisasi pemuda bernama Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908, yang merupakan organisasi pemuda pergerakan pertama yang didirikan oleh bangsa Indonesia. Sebelum berdirinya organisasi tersebut, Bangsa Indonesia yang sedang dijajah Belanda mengalami penderitaan dan pembodohan yang berkepanjangan. Tingkat kecerdasan rakyat pun sangat rendah.

Keadaan yang sangat buruk tersebut membuat pemuda terpelajar seperti Dr. Wahidin Soedirohoesodo melakukan gerakan. Wahidin adalah seorang murid yang cerdas dan pandai. Setelah menamatkan pendidikannya di STOVIA Jakarta ia kembali ke kota asalnya Yogyakarta mengabdikan dirinya sebagai dokter. Ia banyak bergaul dengan rakyat biasa sehingga tumbuhlah semangat nasionalisme untuk membebaskan rakyat dari kebodohan dan penjajahan. Sebagai kaum terpelajar ia melakukannya dengan cara yang terpelajar pula. Awalnya ia mengumpulkan dana yang disebut “dana pelajar”. Kemudian melontarkan gagasan-gagasan pergerakannya melalui majalah berbahasa Jawa Ratna Dumilah.

Saat mengunjungi Jakarta dan bertemu dengan pelajar-pelajar STOVIA, ia melontarkan gagasan agar para mahasiswa segera mendirikan organisasi yang bertujuan memajukan derajat bangsa. Kemudian bersama Dr. Sutomo dan para mahasiswa STOVIA seperti Goenawan Mangoenkoesoemo dan Soeraji mereka mendirikan Boedi Oetomo pada hari Minggu tanggal 20 Mei 1908. Organisasi ini bersifat sosial, ekonomi, dan kebudayaan tetapi tidak bersifat politik. Dalam kata sambutannya pada hari itu, Soetomo mengemukakan gagasan organisasi ini. Bahwa hari depan bangsa dan Tanah Air ada di tangan mereka. Sepuluh tahun pertama Budi Utomo mengalami beberapa kali pergantian pemimpin organisasi. Kebanyakan pemimpin berasal kalangan “priayi” atau para bangsawan dari kalangan keraton, seperti Raden Adipati Tirtokoesoemo, bekas Bupati Karanganyar (presiden pertama Budi Utomo), dan Pangeran Ario Noto Dirodjo dari Keraton Pakualaman.

Pada masa kepemimpinan Pangeran Noto Dirojo ini, Douwes Dekker, seorang Indo-Belanda yang sangat properjuangan bangsa Indonesia, dengan terus terang mewujudkan kata “politik” ke dalam tindakan yang nyata. Berkat pengaruhnyalah pengertian mengenai “tanah air Indonesia” makin lama makin bisa diterima dan masuk ke dalam pemahaman orang Jawa. Setelah itu muncullah Indische Partij yang sudah lama dipersiapkan oleh Douwes Dekker melalui aksi persnya. Perkumpulan ini bersifat politik dan terbuka bagi semua orang Indonesia tanpa terkecuali. Sejak itu pelan-pelan organisasi-organisasi politik Indonesia yang memperjuangkan kemerdekaan bermunculan. Karena sebagai tonggak kebangkitan kesadaran akan harkat dan derajat bangsa Indonesia yang kelak mendorong perjuangan untuk Indonesia merdeka, hari berdirinya Boedi Oetomo kini diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

Di era demokrasi ini, bangsa Indonesia menikmati kebebasan yang tidak pernah ada pada masa orde baru. Dengan keberhasilan menjalankan beberapa kali pemilihan umum eksekutif danlegislatif yang relatif damai, demokrasi Indonesia dinyatakan stabil. Segala kesuksesan yang diklaim pada kenyataannya masih menyimpan beberapa kekurangan dan harus cepat dibenahi. Terampasnya tanah adat oleh investor, eksploitasi SDA besar-besaran yang merusak alam, pembabatan hutan untuk perkebunan kelapa sawit, habisnya lahan pertanian untuk dijadikan perumahan, matinya pengusaha lokal karena tidak bisa bersaing dengan barang-barang ekspor adalah sebagian kecil ketimpangan sosial yang dapat disebutkan.

Dalam perjalanannya hidupnya Tan Malaka pernah berkata bahwa idealisme adalah barang mewah terakhir yang dimiliki oleh kaum muda untuk melawan ketidakadilan. Dengan berdasarkan idealisme, kaum muda seharusnya menjadi intelektual yang organik, yang berjuang membangun kesadaran masyarakat melawan ketidakadilan. Adalah suatu keadaan yang mengancam keberlangsungan bangsa Indonesia, jika mayoritas dari intelektual muda ini ternyata memilih untuk menyarungkan senjata idealisme nya dan berdiam di dalam menara gading kemewahan hidup dengan mengabdi pada rezim ketidakadilan. Peringatan hari Kebangkitan Nasional adalah momentum tepat bagi kaum intelektual muda Indonesia untuk bangkit dari keterlenaan dalam zona nyamannya. Sudah saatnya kita menjadi lebih peka akan keadaan sosial dan politik. Sudah saatnya kita tidak lagi menjadi generasi penerus bangsa, tetapi menjadi agen perubahan. Membawa perubahan dalam keadaan-keadaan tidak adil. Sudah saatnya kita menjadi kaum intelektual muda yang optimis tetapi tetap kritis demi mengisi pembangunan bangsa dan membawa bangsa ini ke arah yang lebih baik.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline