Lihat ke Halaman Asli

Silvi Kurnia Putri

Silvy Elputry02

Hukum Wanita Berpolitik dalam Agama Islam

Diperbarui: 22 Januari 2021   08:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Agama Islam terhadap wanita sangat adil dan proporsional. Islam sangat menghargai kedudukan wanita sebagaimana memberikan  arahan-arahan untuk dapat menjaga kehormatan dan harga wanita  sebagai makhluk Allah dengan segala keunikannya.

Perhatian al- Qur’an terhadap wanita dan permasalahannya sangat nampak pada  pengangkatan kewanitaan, baik pada aspek figur dan kriterianya  maupun aspek masalah-masalah yang dibahas; demikian banyak al- Qur’an menyebut kisah-kisah wanita yang berperan sebagai figure  keteladanan seperti Asiah istri Fir’aun, Zainab binti Jahsyin istri  Rasulullah saw, kisah ketegaran istri Nabi Ibrahim as, kisah fitnah  terhadap Ummul Mu’minin Aisyah.

Sebaliknya wanita-wanita berdosa  yang tidak bertanggung jawab terhadap kelestarian dan kesejahteraan  hidup, seperti istri Nabi Nuh dan Nabi Luth, istri Abu Lahab. Bahkan  Al-Qur’an memberikan penamaan khusus kepada nama sebuah surat  al-Qur’an dengan sebutan an-Nisa’ (para wanita); di dalamnya  dijelaskan tentang wanita yang memerankan penebar kebajikan bagi  kehidupan dan hokum-hukum yang terkait dengan kewanitaan.

Islam menetapkan persamaan antara laki-laki dan perempuan  dalam hal kemuliaan dan tanggungjawab secara umum, adapun terkait  tugas masing-masing dalam keluarga dan masyarakat, Islam  menetapkan sikap proporsional bagi laki-laki dan perempuan dalam  hak dan kewajiban mereka, sekaligus sebagai bukti keadilan Islam Pertanyaan dalam Islam.

Pertanyaan klasik tentang boleh tidaknya seorang wanita menjadi kepala negara (pemegang jabatan) kembali mencuat, salah satu topik pembicaraan hangat di kalangan islam adalah keterlibatan perempuan dalam politik, yakni yang berkaitan dengan urusan negara dan masyarakat. Pandangan islam tentang wanita sangat jelas, islam meletakan wanita itu sejajar dengan pria, sesuai dengan kodratnya masing – masing. Baik pria maupun wanita memiliki hak dan kewajiban yang sama secara universal. 

Adapun penafsiran terhadap surat An - Nissa Ayat 34 bahwa laki - laki adalah pemimpin bagi wanita, bertindak sebagai orang dewasa terhadap nya.

ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَآ أَنفَقُوا۟ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ ۚ فَٱلصَّٰلِحَٰتُ قَٰنِتَٰتٌ حَٰفِظَٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُ ۚ وَٱلَّٰتِى تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَٱهْجُرُوهُنَّ فِى ٱلْمَضَاجِعِ وَٱضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا۟ عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا

Artinya: "Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Maha tinggi, Maha besar".

laki - laki menjadi pemimpin wanita yang dimaksud ayat di atas adalah kepemimpinan dirumah tangga , karena laki - laki telah menginfak kan harta nya,berupa mahar, belanja ,dan tugas yang di beban kan Allah kepada nya untuk mengurus mereka . Tafsir Ibnu Katsir ini menjelaskan bahwa wanita tidak dilarang dalam kepemimpinan politik , yang dilarang adalah kepemimpinan wanita dalam puncak tertinggi tanpa bermusyawarah ,dan juga wanita dilarang menjadi hakim.Hal ini lah yang mendasari qardhawi memperbolehkan wanita berpolitik.

Qardhawi juga menambahkan bahwa wanita boleh berpolitik dikarenakan pria dan wanita dalam hal mu'amalah memiliki kedudukan yang sama hal ini dikarenakan keduanya sebagai manusia mukallaf yang diberi tanggung jawab penuh untuk beribadah , menegakkan agama, menjalankan kewajiban ,dan melakukan amar ma' Ruf nahi Munkar.

pria dan wanita memiliki hak yang sama untuk memilih dan dipilih , sehingga tidak ada dalil yang kuat atas larangan wanita untuk berpolitik. Namun yang dilarang bagi wanita adalah menjadi imam atau khilafah ( pemimpin negara)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline