Lihat ke Halaman Asli

Kenangan tentang Antologi Cerpen Aruna Charity di Hari Buku Nasional 2024: Temukan Potensi, Bebaskan Imajinasi

Diperbarui: 26 Mei 2024   17:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Antologi Cerpen Aruna Charity (sumber: JP Creative)

Bulan Mei memiliki banyak peringatan penting.  Mulai dari Hari Buruh pada 1 Mei dan  Hari Pendidikan  Nasional pada 2 Mei.  Lalu ada Kenaikan Isa Al Masih pada 9 Mei, dan hari ini 17 Mei diperingati sebagai Hari Buku Nasional.

Penetapan tanggal 17 Mei sebagai Hari Buku Nasional memiliki sejarah tersendiri.  Dikutip dari Kompas.com, adalah Bapak Abdul Malik Fajar, Menteri Pendidikan Nasional di era Presiden Megawati Soekarnoputri yang mencetuskan peringatan ini.  Penentapan tersebut bertujuan untuk meningkatkan minat baca dan literasi di Indonesia  karena pertimbangan akan minat baca di Indonesia yang masih rendah.   Hari Buku Nasional pertama diperingati pada 2002.

Geliat memajukan minat baca dan literasi Indonesia dapat kita rasakan di sekolah-sekolah.  Banyak sekolah bergerak memajukan literasi siswanya dengan program- program yang mereka buat.

Sebuah gerakan yang juga dilakukan di sekolah saya.  Menjadi wadah bagi para siswa yang gemar membaca.  Yang bisa jadi menjadi bagian dari kabar gembira akan masih menyalanya api literasi di antara kaum muda Indonesia.

Melalui tulisan ini saya akan berbagi tentang kenangan bersama siswa kelas VI dan rekan guru dalam menggali potensi menulis dan mengolah imajinasinya menjadi cerita dalam antologi cerpen Aruna Charity.

Proses Kreatif Antologi Cerpen Aruna Charity

Fiksi itu sangat penting.  Saya dari kecil hal pertama yang saya baca itu fiksi.  Kenapa? Karena dia membuka imajinasi. Fiksi itu mengajak kita masuk ke suatu possible words, dunia yang mungkin , yang tidak ada di sini. Sehingga imajinasi itu bisa begitu liar mengembara, dan ketika masuk kembali ke dunia nyata, imajinasi ini membantu kita untuk memahami dunia yang begitu carut-marut.  

 

Sebuah kutipan dari Karlina Supelli, seorang filusuf dan astonom.  Saya ambil dari akun instagram @bukukompas.  Pengalaman jatuh cinta akan buku pun saya mulai dari membaca buku-buku fiksi.  Dan itu juga yang saya amati, terjadi pada siswa-siswa saya.

Melalui fiksi saya dapat berinteraksi lebih dekat dengan mereka.  Enam anak perempuan usia 11 tahun  yang  gemar membaca buku fiksi.  Waktu istirahat  sering mereka habiskan dengan membaca atau mengobrol tentang buku yang mereka baca.

Saya sendiri sempat terlibat obrolan seru dengan mereka  saat "menggosipkan" Soke yang pintar sekaligus tangguh dan so sweet. Gemas dengan twist-twist yang dihadirkan Tere Liye dalam novel Hujan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline