"Wong ko ngene kok dibanding-bandingke, saing-saingke ya mesti kalah. Tak oyak'o aku yo ora mampu, mung sak kuatku mencintaimu. Aku yang seperti ini kok dibanding-bandingkan, disaing-saingkan. Ya, pasti kalah. Sekuatku mencintaimu. Tetapi, kalau ayahmu menyodorkan pria mapan itu, jelas aku nggak mampu bersaing," ujarku beralasan. Aku mahasiswa teknik tahun keenam yang belum kunjung skripsi ini jelas tak ada apa-apanya dibandingkan dia. Kamu hanya tertunduk mendengar penuturanku.
Kafe yang ramai saat itu terasa sepi bagi kita karena masing-masing bermain dengan pikirannya. Seperti dugaanku, kamu yang wisudah terlebih dahulu, memutuskan hubungan kita dan memilih menuruti kemauan ayahmu.
Kuberharap engkau mengerti, di hati ini hanya ada kamu, begitu pesanmu lewat sepucuk surat yang disampaikan Julia pagi itu saat kami berjumpa di depan rumah kos. Pesanmu buatku merutuki diri karena tak sanggup memperjuangkan cinta kita. "Kini, haruskah kupergi meraih cintamu lagi tepat di hari pernikahanmu?" tanyaku sendiri sambil bimbang.
***
Pentigraf ini terinspirasi dari lagu "Ojo Dibandingke" milik Farel Prayoga. Diterbitkan dalam Antologi Pentigraf lagu Lewat Mesin Waktu, Penerbit Azkiya Publishing 2023.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H