Lihat ke Halaman Asli

Silvia Ratnawati

Social Worker

Budaya Digital

Diperbarui: 29 April 2017   22:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Saat ini di era modern segala aspek kehidupan berkaitan erat dengan globalisasi dan digitalisasi. Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan semakin mendukung adanya proses globalisasi yang mengarah pada digitalisasi. Digitalisasi dimulai pada sekitar era 90an. Proses digitalisasi menimbulkan budaya baru di tengah maraknya globalisasi. 

Dalam hal ini berhubungan dengan keluarga yang merupakan tempat yang paling mendasar untuk membangun sebuah pola pikir dan tindakan seseorang. Keluarga juga memiliki peranan penting dalam membentuk budaya yang bersifat terus menerus. Seiring perkembangan budaya yang mengarah pada digitalisasi, peranan keluarga sedikit tergantikan dengan maraknya era digital.

Fenomena digital tidak bisa dipungkiri lagi karena sudah menyatu dengan kehidupan sehari-hari. Digitalisasi bukan lagi sebagai pilihan dan bukan pula keharusan, melainkan kenyataan yang mau tidak mau harus diterima. Keterbukaan pikiran dan rasa keingintahuan yang menjadikan fenomena tersebut sebagai realita, terutama di kota kota besar. Dari kenyataan tersebut yang membedakan adalah tingkat kepentingan digital userdan prioritasnya. Apakah ia menjadikan hal tersebut sebagai pilihan atau justru sebagai sebuah kebutuhan. Disinilah yang menjadi peran utama keluarga untuk membentuk pribadi yang selektif, bijak dan melek teknologi.

Selama ini manusia hidup di tengah-tengah budaya. Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan merupakan seluruh hasil cipta, rasa, dan karya manusia. Koentjaraningrat mendefinisikan ada tujuh unsur yang membentuk kebudayaan dalam masyarakat, salah satunya yakni kesenian dan teknologi. Saat ini eksistensi kesenian kian menurun di kalangan masyarakat, berbanding terbalik dengan keberadaan teknologi. Teknologi semakin diakui dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Selain untuk membantu dalam bidang ilmu pengetahuan, pada kenyataannya digitalisasi terkesan lebih banyak dampak negatifnya. 

Di kehidupan berkeluarga, dampak tersebut semakin terasa dengan hadirnya gadget. Gadget mendorong seseorang acuh dengan lingkungannya, termasuk keluarga. Intensitas interaksi antar anggota keluarga menjadi berkurang, bahkan gadget juga menjadikan hubungan dengan keluarga menjadi renggang karena gadget user lebih asyik dengan dunia mayanya. Penggunaan gadget yang berlebihan juga menjadikan seseorang malas dan bahkan bisa menurunkan kemampuan akademik.

Kehadiran gadget menimbulkan istilah “Generasi Menunduk”. Di tempat umum banyak orang lebih mementingkan gadget daripada bersosialisasi dengan lingkungannya. Sebenarnya hal tersebut tidak akan terjadi apabila seseorang mempunyai “bekal” yang cukup dari keluarga mengenai pentingnya sosialisasi sehingga tidak menggantikan peran personal dalam mengontrol diri di masyarakat.

Saat ini pemerintah mendorong pembentukan sikap masyarakat terhadap era digital. Lembaga pemerintah mulai memberikan pelayanan publik melalui digital dan memanfaatkan era digital untuk menyimpan data dalam bentuk digital. Pemerintah juga memberikan fasilitas misalnya wifi publik. Pemerintah mendukung penggunaan era digital disertai pengawasan yang baik. Saat ini banyak tempat umum yang diawasi oleh petugas dari pemerintahan. Dengan demikian, masyarakat mampu memanfaatkan era digital dengan tidak melebihi batas dan tenggelam di era digital.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline